Potensi Ekspor Tanaman Anggrek Kota Batu Tersandung Sulitnya Perizinan dari Dua Lembaga Ini

Pemilik DD Orchid Nursery, Dede Setia Santoso (kiri) menyambut Kepala Disparta Kota Batu, Arief As Siddiq yang datang menengok tempat pembibitan anggrek. (Disparta Kota Batu/Malangvoice)

MALANGVOICE – Tanaman anggrek mengundang decak kagum dunia. Tak pelak tumbuhan epifit ini menjadi salah satu komoditi florikultura yang cukup potensial menembus pasar mancanegara.

Sayangnya budidaya tanaman anggrek di Kota Batu, khususnya di Kelurahan Dadaprejo menyimpan masalah jika akan diekspor yakni menyangkut sulitnya perizinan dari dua lembaga resmi milik negara.

Padahal begitu mudahnya menemukan budidaya anggrek di rumah-rumah penduduk, sehingga diangkat sebagai ikon Kelurahan Dadaprejo.

Dede Setia Santoso salah satu pembudidaya anggrek di Kelurahan Dadaprejo. Pemilik DD Orchid Nursery itu mengatakan, pangsa pasar mancanegara cukup menggiurkan untuk bisnis budidaya anggrek.

Bahkan pembeli dari luar negeri rela datang langsung ke Kota Batu. Mereka memburu koleksi anggrek hasil budidayanya.

Bukan tanpa alasan mereka rela datang langsung ke Kota Batu karena ditengarai rumitnya ketika ingin melakukan proses ekspor.

“Berdasarkan pengalaman, saat itu saya ingin melakukan pameran anggrek di luar negeri. Namun untuk membawa Anggrek ke luar negeri, kami harus mengurus dokumen terlebih dahulu. Pengurusannya juga cukup lama, kurang lebih tiga bulan,” ujar Dede.

Hal itu yang hingga saat ini membuat pihaknya belum bisa melakukan ekspor. Jika ada pembeli dari luar negeri yang ingin membeli, dia mempersilakan datang langsung ke Kota Batu dengan pengurusan izin secara mandiri.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa anggrek yang paling diminati oleh pembeli dari luar negeri adalah jenis Dendrobium.

Anggreknya keriting-keriting dan melintir-melintir dengan kisaran harga paling murah Rp250 ribu. Bahkan bisa menembus rentang harga Rp25 juta hingga Rp40 juta.

Secara morfologi ada pembeda struktur anggrek khas Indonesia dengan negara lain, seperti Taiwan ataupun Thailand.

Perbedaan itu terlihat dari warna, bentuk, dan struktur fisiknya. Anggrek khas Indonesia cenderung keriting-keriting dan melintir-melintir.

“Di Indonesia yang paling terkenal adalah anggrek itu. Jika anggrek bentuknya bulat-bulat kesannya dari Thailand, sedangkan anggrek bulan dari Taiwan,” ujar dia.

Sulitnya masalah perizinan ekspor menjadi batu sandungan bagi bisnis budidaya anggrek bersaing di pasar mancanegara. Padahal secara prospek cukup menjanjikan.

Karena persoalan itu, tak heran anggrek Indonesia tertinggal jauh kualitasnya dari anggrek luar negeri. Bahkan saat ini di luar negeri sudah ada yang punya lahan hingga 300 hektar sampai 700 hektar lahan budidaya anggrek.

Dede sangat berharap petani anggrek bisa mendapat kemudahan dalam proses ekspor agar anggrek dari Kota Batu bisa mendunia.

“Permintaan kami tidak muluk-muluk. Jika di luar negeri proses pengurusannya bisa 10 menit, setidaknya di Indonesia bisa 30 menit atau maksimal satu hari,” harapnya.

Dede yakin jika kondisi kesulitan izin ekspor ke mancanegara masih harus menunggu tiga bulan, anggrek Indonesia akan kesulitan bersaing.

Adapun dokumen yang diperlukan ketika akan melakukan ekspor, meliputi surat angkut dalam negeri (SATDN), surat angkut luar negeri (SATLN), phytosanitary, saites, dan juga import permaid.

“Sebenarnya dari pihak Kementerian Pertanian sudah mengupayakan agar anggrek ini bisa diekspor, namun terbentur dengan peraturan dari BKSDA dan KLHK,” tandasnya.(end)