HIMPAUDI: Guru PAUD Tunggu Hasil Judicial Review

Ketua HIMPAUDI Jawa Timur, Imam Mahmud. (Lisdya)

MALANGVOICE – Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang terhimpun dalam Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (HIMPAUDI) hingga kini menunggu hasil judicial review UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Meski telah sama-sama diakui sebagai pendidik, namun di dalam UU Sisdiknas PAUD dibagi dalam dua kategori yakni formal dan non formal. Dalam UU tersebut, diatur bahwa hanya mereka yang mengajar di PAUD formal saja yang diakui sebagai guru. Sedangkan, yang mengajar di PAUD non formal tidak diakui sebagai guru. Akibatnya, guru PAUD non formal itu merasa dirinya didiskriminasi

Ketua HIMPAUDI Jawa Timur, Imam Mahmud, mengatakan bahwa besok, Kamis (14/3) merupakan sidang kelima terkait gugatan kesetaraan tersebut.

“Kami akan terus menunggu, besok itu sidang dan dihadirkan saksi dari pemerintah. Sebenarnya di dalam UU Sisdiknas itu sudah waktunya untuk direvisi karena sudah masanya dan ini sudah era di mana perkembangan pendidikan itu sedemikian cepat,” tegasnya.

Hal ini jelas membuat ratusan ribu guru PAUD non formal tidak mendapatkan hak yang sesuai dengan amanat undang-undang. Diantaranya memperoleh penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum, jaminan kesejahteraan sosial dan tidak pernah memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik serta kompetensi.

“Teman-teman (guru PAUD) banyak yang dapat gaji hanya Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, bahkan ada seorang guru yang gajinya Rp 75 ribu, dan menempuh jarak jauh. Padahal peran mereka sangat menentukan, fondasi pendidikan ini ada di anak usia dini ini,” ungkapnya.

Selain itu, guru PAUD dan TK harus berpendidikan minimal sarjana (S1). Syarat tersebut wajib dipenuhi agar bisa mengikuti sertifikasi. Selain diatur dalam UU tersebut, aturan harus sarjana juga dituangkan dalam data pokok pendidikan (dapodik).

Selain sudah diatur dalam regulasi, jika tidak berpendidikan sarjana maka guru PAUD maupun TK bersangkutan tidak bisa mengikuti sertifikasi.

“Jika tidak mengantongi sertifikasi, yang bersangkutan juga tidak bisa mendapatkan tunjangan profesi,” pungkasnya. (Hmz/Ulm)