MALANGVOICE – Aktivis satwa mengatasnamakan Profauna Indonesia gelar aksi di depan Balai Kota Malang, Jumat (14/9). Mereka menyerukan perlindungan burung dari penyelundupan.
Aksi mereka dikemas teatrikal. Dua aktivis memerankan satwa burung Kakaktua yang diikat tak berdaya. Aksi itu menceritakan betapa kejamnya penyelundupan burung.
Sedangkan aktivis lainnya membentang spanduk bertuliskan Stop Penangkapan Burung di Alam. Aksi yang juga bertepatan dengan Peringatan Hari Kakatua Indonesia itu mengusung misi dukungan tentang Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2018.
Peraturan tersebut memuat 921 jenis tumbuhan dan satwa liar dan menggantikanl lampiran Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Jenis satwa yang banyak masuk daftar dilindungi dalam peraturan ini salah satunya adalah burung nuri dan kakatua.
Saat ini dari 89 jenis kakatua dan nuri di Indonesia, 88 jenis sudah ditetapkan menjadi satwa dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20 Tahun 2018 tersebut.
“Profauna Indonesia menyambut baik dan mendukung secara penuh diterbitkannya peraturan ini. Jenis-jenis yang dulunya tidak dilindungi misalnya kakatua putih (Cacatua alba) kini mendapat kepastian hukum, sehingga perdagangan dan penangkapannya dilarang,” kata Jubir Kampanye Profauna Indonesia Afrizal Abdi.
Karena sudah ada dasar hukumnya, maka penangkapan dan perdagangan 88 jenis burung kakatua dan nuri dilarang. Termasuk bagi yang memelihara di rumah tanpa izin, bisa dikenakan hukuman penjara.
Menurut UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, pelaku perburuan, perdagangan atau pemeliharaan satwa dilindungi secara ilegal bisa diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
“lronisnya dua bulan pasca disahkan, pemerintah punya wacana akan merevisi satwa-satwa dilindungi yang sudah tercantum di Peraturan Menteri LHK Nomor 20 itu,” sambung dia.
Revisi tersebut nantinya akan mengeluarkan tiga spesies burung yang ada dalam daftar dilindungi, antara Iain jalak suren (Gracupica ja/Ia), kucica hutan (Copsychus malaban’cus), dan cucak rawa (Pycnonotus zeylanicus). lroninya, alasan dari ketiga satwa itu dikeluarkan karena adanya tekanan dari sekelompok masyarakat yang berada di sekitar pusaran bisnis perdagangan burung.
“lni merupakan kemunduran sekaligus ancaman bagi dunia konservasi satwa, karena bisa saja mereka menuntut jenis-jenis lain termasuk kakatua dan nuri yang banyak diminati penghobi burung untuk dianulir dan dikeluarkan dari daftar satwa dilindungi,” pungkas Afrizal. (Hmz/Ulm)