Andreas: Jadilah Orang Indonesia yang Pancasilais

MALANGVOICE – Anggota Komisi XI DPR RI dari F-PDIP, Ir Andreas Eddy Susetyo MM, berharap generasi muda, khususnya siswa SMA Negeri 1 Kepanjen, Kabupaten Malang, menjadi generasi yang senantiasa ingat sejarah dan punya jati diri sebagai orang Indonesia yang Pancasialis.

Pernyataan itu disampaikan Andreas pada Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, di hadapan sekitar 150 siswa siswi SMA Negeri 1 Kepanjen, bertempat di Aula SMA setempat, beberapa waktu lalu.

Andreas: Jadilah Orang Indonesia yang PancasilaisAndreas juga mengisahkan riwayat perjuangannya semasa sekolah, sampai akhirnya ia berhasil menjadi anggota DPR RI, demi memberi motivasi para remaja.

Dia menekankan perlunya pemahaman cara belajar dengan kecerdasan intelektual, karena dengan kecerdasan intelektual tinggi, seseorang bisa menjadi peneliti, kemudian ditambah kecerdasan emosional agar menjadi pemimpin, dan paling penting agar menjadi pemimpin yang baik, sehingga bisa ditauladani.

“Untuk itu seseorang harus memiliki kecerdasan spiritual. Keberhasilan diperoleh tidak hanya kecerdasan intelektual dan emosionl, tetapi juga spiritual,” tegas Andreas.

Menyadari bahwa secara demografi, kelompok usia produktif antara 20-40 tahun bangsa ini lebih besar dibanding Jepang, menurutnya itu merupakan keuntungan bangsa ini, yang memiliki generasi muda yang lebih banyak.

“Maka kesempatan emas untuk berkarya dan berkreasi dalam segala bidang harus dipupuk dan dikembangkan semasa menuntut ilmu di sekolah, agar kelak menjadi generasi muda yang handal,” tambahnya.

Andreas juga menekankan perlunya penguatan pembangunan karakter berbangsa dan bernegara berdasar Pancasila, sehingga potensi generasi muda yang ada nantinya bisa dioptimalkan, dan menjadi generasi yang muda unggul sebagai penerus estafet kepemimpinan bangsa.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika juga harus terus didengungkan, sehingga bisa meresap dalam setiap sanubari bangsa Indonesia, dengan menyadari walau berbeda secara suku, ras dan daerah, tapi tetap satu bangsa, bangsa Indonesia.

Dikatakan juga, sosialisasi Empat Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara merupakan salah satu sarana menggali masukan masyarakat secara langsung dari berbagai lapisan, khususnya para kaum muda intelektual, dan pelajar.

Tantangan kebangsaan tidak hanya secara eksternal, tetapi juga internal. Secara eksternal mencakup globalisasi dan kapitalisme. Lebih lanjut dampak dari globalisasi adalah melemahnya sendi kehidupan bergotong royong, dan meningkatnya rasa individualisme.

“Sebagai contoh, setiap hari alam bawah sadar kita diracuni tayangan TV yang merusak tata nilai. Maka perlu ada lembaga penyiaran publik yang mengabaikan rating dan sponsor,” tegas Andreas.

Andreas: Jadilah Orang Indonesia yang PancasilaisTantangan kebangsaan secara internal tercermin dalam beberapa dimensi kehidupan, antara lain lemahnya akan pemahaman agama, yang ditandai dengan munculnya sejumlah orang menjadi anggota ISIS, fanatisme kedaerahan yang berlebihan, dan kurangnya pemahaman kemajemukan bangsa, sehingga memunculkan isu SARA.

“Dengan adanya sosialisasi empat pilar ini, generasi muda khususnya siswa SMA Negeri 1 Kepanjen Kabupaten Malang, jangan menjadi generasi muda yang taken for granted, tapi senantiasa ingat sejarah. Generasi muda harus punya jati diri sebagai orang Indonesia yang Pancasialis,” pinta Andreas.

Sementara pemateri lain pada acara itu, Drs Wahyu Widayat SH, Ketua Tim Rumah Asmmara (Aspirasi Masyarakat Malang Raya), memaparkan terkait Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara serta implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

“Kenapa Pancasila perlu dimengerti? Apalah artinya hafal sila-sila Pancasila tapi pengejawantahannya tidak sesuai. Maka sendi kehidupan berbangsa dan bernegara harus selalu berkiblat pada 4 pilar, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika,” Wahyu mengawali paparannya.

Dia mengingatkan, pendiri bangsa Indonesia ini hanya menghantarkan bangsa Indonesia ke ‘depan’ pintu gerbang Indonesia, selanjutnya untuk masuk dan mengisi di pintu gerbang Indonesia itu diserahkan kepada bangsa Indonesia, terutama generasi muda.

“Sila-sila pancasila merupakan konsep yang tak terpisahkan. Sesuai sila pertama, maka kita harus berketuhanan, bagaimana saat sekolah tidak mencontek dan berperilaku hidup sesuai kepercayaan agamanya. Agama mengatur kehidupan manusia dengan Tuhan, sehingga tidak perlu adanya permusuhan antar agama atau saling membenci. Dengan begitu toleransi kehidupan beragama akan tercipta,” rincinya.

Lalu, sambung Wahyu, apa makna Persatuan Indonesia? Dari kata satu, yaitu menyatukan dari berbagai hal menjadi satu. “Seperti anggota DPR RI, Bapak Andreas ini, beliau juga memikirkan orang Papua, Aceh, Maluku maupun Jawa, sebagai kesatuan utuh bangsa Indonesia, bukan hanya memikirkan partainya sendiri,” tuturnya.

Dia mengingatkan, sifat pancasila yang mempunyai kesatuan, sudah dilunturkan dalam kehidupan akhir akhir ini, imbasnya adalah bahaya semakin lunturnya solidaritas.

Sila ke empat, kerakyatan, artinya rakyat dipimpin oleh majelis permusyawaratan. Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sistem demokrasi Pancasila menginginkan musyawarah mufakat, bukan melalui pilihan langsung.

Dan Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Apa benar sudah adil? Seperti sekarang misalnya, ada keadilan seragam sekolah, seragam Pramuka semuanya. Adil itu dibagi dua, yaitu adil sama rata dan adil sesuai kewajiban. Maka hak dan kewajiban harus imbang, supaya ada keadilan,” katanya.

Wahyu juga mengajak para siswa agar berlomba-lomba mengamalkan nilai-nilai Pancasila, agar tercipta kehidupan bermasyarakat yang berkeadilan.

“Setelah acara ini, kalau ada aspirasi masyarakat yang belum tersalurkan, bisa disampaikan ke Rumah Asmmara (Aspirasi Masyarakat Malang Raya), sebagai jembatan antara masyarakat dan anggota DPR RI,” pungkasnya.