Alhamdulillah, Masih Ada Kampung Dolanan di Era Game Online

Anak-anak di area wisata Coban Talun bermain balap perahu dari pelepah pisang di aliran Sungai Brantas.(Miski)
Anak-anak di area wisata Coban Talun bermain balap perahu dari pelepah pisang di aliran Sungai Brantas.(Miski)

MALANGVOICE – Sinar matahari tak begitu panas siang itu lantaran dibalut udara dingin pegunungan. Empat anak dengan ceria saling lempar canda tawa sembari di tangannya membawa perahu berukuran kecil.

Kemudian keempat anak melangkahkan kakinya menyusuri aliran Sungai Brantas di area Wisata Coban Talun, Dusun Talun, Desa Tulungrejo, Kota Batu. Perahu yang terbuat dari pelepah pisang pun dilepas di aliran air sungai yang cukup deras. Sorak sorai pun pecah saat perahu mereka saling berkejaran dan tenggelam.

Empat anak ini merupakan warga sekitar yang banyak menghabiskan waktunya bermain permainan tradisional. Juan Yakub (10) mengaku sudah sejak kecil bermain perahu dari pelepah pisang. Butuh satu jam baginya membuat perahu sederhana nan murah itu.

“Sepulang sekolah atau pas libur sekolah kami main balapan perahu,” akunya.

Selain pandai membuat perahu dari pelepah pisang, siswa yang kini duduk di kelas 5 SDN Tulungrejo itu juga gemar permainan tradisional lainnya. Di antaranya, egrang, petasan dari bambu (menggunakan karbit), gobak sodor, kelereng, balangan, engklek, dan lainnya.

“Lebih sering main balapan perahu. Saya lebih suka main ini (perahu) daripada main PS dan game online. Sama ibu dilarang. Kalau ini kan tanpa uang,” ungkapnya polos.

Hal sama dikemukakan Tino Lodi Yurifa (10). Siswa kelas 4 sekolah dasar ini menyukai permainan tradisional dari ayahnya. Sejak kecil ia sudah gemar permainan tradisional. Bahkan, saat agustusan kerap dilombakan di kampung dan sekolahnya. Ia pun beberapa kali ke luar sebagai juara.

“Di sekolah, teman-teman juga suka main. Kalau di rumah buat mengisi waktu, makanya lebih suka main balapan perahu,”ujarnya.

Tino mengaku sempat mencoba permainan PS dan game online. Namun, ia berhenti bermain game modern tersebut karena dimarahi orang tuanya.

“Sama ibu dimarahi. Lebih baik uangnya dibuat beli makanan daripada dibuat main game. Teman-teman di rumah juga jarang yang suka main PS,” aku dia menirukan nasehat ibunya.

Diakui atau tidak, permainan tradisional mulai ditinggal oleh anak-anak di zaman modern ini. Mereka lebih gemar menghabiskan waktunya di rental Playstation (PS) dan Warung Internet (Warnet). Padahal, jauh sebelum permainan modern hadir di tengah-tengah masyarakat, anak-anak Indonesia khususnya di pedesaan lebih gemar permainan peninggalan nenek moyang.

Kondisi ini diakui Kepala Dinas Pendidikan Kota Batu, Hj Mistin. Menurutnya, permainan tradisional seperti sepak tekong, pate lele, egrang, kelereng, gobak sodor dan lainnya sudah jarang dimainkan anak-anak, baik saat di rumah dan sekolah.

“Di sekolah permainan tradisional ini masuk pelajaran Bahasa Jawa. Ini warisan nenek moyang, jadi harus dilestarikan,” katanya kepada Mvoice.

Pihaknya rutin menyelenggarakan lomba permainan tradisional antar sekolah setiap agustusan dan perayaan Hari Jadi Kota Batu. Selain itu, juga digalakkan pada Pekan Seni Pelajar yang berlangsung setiap tahun.

Mistin menyadari permainan tradisional jarang dimainkan siswa-siswa SMP dan SMA sederajat.”Siswa SMP dan SMA lebih banyak ikut kegiatan ekstrakurikuler, seperti olah raga dan kesenian lainnya. Tapi, kami tetap kenalkan permainan tradisional lewat lomba tahunan,” jelasnya.

Permainan tradisional sebenarnya berdampak positif bagi perkembangan anak. Terutama dalam penguatan pendidikan karakter, lebih banyak waktu untuk sosiaisasi dengan teman sebayanya. Berbeda dengan anak yang gemar bermain game modern, mereka cenderung kurang bersosialisasi, banyak diam, dan memilih main sendiri.

“Permainan tradisional kan berkelompok, kerja sama, kekompakan, dan memacu kreatifitas. Ini baik dalam pertumbuhan anak ke depannya,” papar dia.

Peran serta orang tua juga penting dalam mengenalkan anaknya terhadap permainan tradisional. Ia mempersilahkan anak-anak bermain game modern, tapi tidak sampai kecanduan apalagi melampaui batas.

“Selain orang tua, lingkungan sekitar harus bersahabat. Di sekolah kami imbau agar guru-guru dapat mengenalkan permainan tradisional dan tidak membatasi anak-anak bermain permainan tradisional,” tambahnya.

Kampung Dolanan dan Ramah Anak

Permainan tradisional mulai tersingkir seiring maraknya game modern. Hal ini lantas direspon cepat oleh masyarakat. Seperti halnya di RT04/RW03 Kelurahan Sisir Kota Batu. Sejak tahun 2015, kampung yang berada di tengah kota ini pun mencetuskan ‘Kampung Dolanan’.

Ketua RT04, Muhammad Dhani Rahman, menyebut, kampung dolanan bagus dalam merawat permainan tradisional dan menjadi pilihan bermain anak-anak. Kampung dolanan lahir setelah Pondok Kreatif didirikan.

Pondok kreatif merupakan wadah bagi anak-anak dan warga kampung dalam berkreasi. Ada kelas gitar, komputer, internet dan lingkungan.

Ide kampung dolanan dicetuskan dari kondisi sehari-hari di kampung. Ruang bermain anak-anak sangat minim dan arena bermain terpaksa menggunakan jalan kampung. Padahal, lalu lalang kendaraan cukup padat setiap harinya, sehingga setiap waktu mengancam keselamatan anak-anak.

Sempitnya ruang bermain membuat anak-anak memilih menghabiskan waktunya untuk nonton televisi, main PS dan jenis game lainnya. Hal ini secara tidak langsung membatasi ruang anak dalam bersosialisasi dan bermain bersama teman sebayanya.

“Orang tuanya kerap memarahi anaknya agar tak bermain di jalan. Makanya kami sepakat mencetuskan kampung dolanan,” ujarnya.

Saat ini masih tahap sosialisasi ke masyarakat. Untuk lokasi kampung dolanan sudah ditentukan, tinggal kelengkapan sarana prasarana lainnya. Bahkan, dalam festival kampung anyar yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, sudah dilangsungkan lomba-lomba tradisional.

Anak-anak mengikuti lomba di Kampung Dolanan RT04/RW03 Kelurahan Sisir, Kota Batu.(istimewa)
Anak-anak mengikuti lomba di Kampung Dolanan RT04/RW03 Kelurahan Sisir, Kota Batu.(istimewa)

”Kami manfaatkan jalan kampung yang sepi dan jarang dilewati kendaraan. Anak-anak nantinya akan lebih leluasa bermain. Aneka permainan seperti engklek, bector, catur, halma, gobak sodor lebih banyak digemari. Kami juga padukan dengan kawasan ekologi, supaya anak-anak terangsang dan peduli akan lingkungan sekitar,” jelasnya.

Bahkan, ke depan di RW 03 Kelurahan Sisir diplot sebagai kampung ramah anak.”Sama pak lurah akan dijadikan kampung ramah anak. Ini bagian dalam mendukung Kota Layak Anak (KLA),” katanya.

Hadirnya kampung dolanan diapresiasi Pemerintah Kota Batu. Wakil Wali Kota Batu, Punjul Santoso, menyebut, kampung dolanan bagian dari upaya melestarikan permainan tradisional yang mulai ditinggal. Selain itu, sebagai penangkal arus perkembangan game online yang dapat diakses dengan begitu mudahnya.

Anak-anak mengikuti lomba di Kampung Dolanan RT04/RW03 Kelurahan Sisir, Kota Batu.(istimewa)
Anak-anak mengikuti lomba di Kampung Dolanan RT04/RW03 Kelurahan Sisir, Kota Batu.(istimewa)

“Dulu, semasa kecil saya sering bermain egrang dan gobak sodor. Bandingkan dengan anak-anak sekarang, main game online dengan mudahnya. Bisa di gadget mau pun di Warnet,” ungkapnya.

Ia berharap, kampung dolanan dapat dihadirkan di setiap desa/kelurahan di Kota Batu. Hal ini baik dalam membangun karakter anak-anak di usia muda. Tidak menutup kemungkinan, kata dia, kampung dolanan menjadi obyek wisata baru bagi wisatawan.

“Brandingnya, kalau ke Batu tidak hanya bisa menikmati permainan buatan, tapi juga bisa mencoba permainan tradisional yang ada di kampung-kampung. Gagasan ini bagus dan bisa berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat,” tutupnya.