Terdakwa JEP Kembali Dilaporkan atas Tindakan Ekspolitasi Ekonomi Anak

SMA Selamat Pagi Indonesia kembali diterpa perkara dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan salah satu pendirinya Julianto Eka Putra (JEP). Saat ini JEP menyandang status terdakwa dan mendekam di Lapas Klas I Lowokwaru Malang atas perkara pelecehan seksual. (MG1/Malangvoice).

MALANGVOICE – Terdakwa kasus pelecehan seksual Julianto Eka Putra (JEP) kembali tersandung kasus hukum. Kali ini, pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu itu dilaporkan atas perkara dugaan eksploitasi ekonomi.

Laporan dilayangkan mantan pelajar SMA SPI Kota Batu ke Polda Bali. Kasus ini pun kemudian dilimpahkan ke Polda Jatim. Pelimpahan itu diterima Polda Jatim pada Senin kemarin (11/7), bersamaan dengan proses penahanan JEP di Lapas Lowokwaru, Kota Malang.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto membenarkan adanya laporan eksploitasi ekonomi anak yang dilimpahkan dari Polda Bali. Ia menuturkan, ada 6 orang pelapor dugaan eksploitasi ekonomi yang dialaminya selama bersekolah di SMA SPI.

“Saat ini masih selidiki terkait dugaan eksploitasi ekonomi anak,” tutur Dirmanto saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Selasa (12/7).

Pihak Polda Jatim rencananya akan datang ke SMA SPI Kota Batu untuk keperluan penyelidikan. Selain itu, pihak kepolisian juga menyediakan saluran siaga bagi mereka yang pernah menjadi korban JEP atas dugaan eksploitasi ekonomi anak.

Dirmanto mengungkapkan, dalam laporan korban disebutkan jika JEP mempekerjakan mereka saat masih duduk di bangku sekolah tanpa digaji. Jika terbukti benar, maka JEP dapat diancam pidana penjara maksimal 10 tahun.

“Laporan korban ini berkaitan dengan pasal 761 i juncto pasal 88 UU RI nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak. Untuk tidak melakukan eksploitasi anak,” pungkas Dirmanto.

Sebelumnya, Kepala SMA SPI Kota Batu, Risna Amalia Ulfa menampik adanya tindakan eksploitasi ekonomi kepada anak-anak didik. Menurutnya, metode pembelajaran masih dalam koridor kurikulum pendidikan sesuai peraturan pemerintah.

Para peserta didik tak hanya dibekali materi akademik. Namun juga, diarahkan mengasah keterampilan sebagai bekal hidup. Seperti pendidikan kewirausahaan. Pernyataan itu menanggapi atas tuduhan eksploitasi ekonomi kepada pengelola SMA SPI.

“Tidak ada eksploitasi ekonomi. Justru undang-undang, menginginkan peserta didik bisa berkreativitas menumbuhkan potensi dirinya,” kata Risna menyanggah.

Terlebih, kata Risna, berdirinya SMA SPI pada 2007 silam, murni ingin membantu anak-anak dari kalangan keluarga kurang mampu.

“Prinsipnya, kami ingin anak-anak kurang mampu dari berbagai daerah bisa melanjutkan pendidikan yang layak, aman dan nyaman,” tutur Risna.(der)