Sumpah Janji Jabatan DPRD Kota Malang Diwarnai Unjuk Rasa

Suasana unjuk rasa di depan pintu gerbang DPRD Kota Malang, Sabtu (24/8). (Aziz Ramadani MVoice)
Suasana unjuk rasa di depan pintu gerbang DPRD Kota Malang, Sabtu (24/8). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Massa tergabung dalam Malang Corruption Watch atau MCW menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Malang. Saat bersamaan, sejumlah 45 anggota dewan periode 2019-2024 menjalani pengambilan sumpah janji jabatan, Sabtu (24/8).

Massa yang membentangkan spanduk bertuliskan ‘DPRD Malang ora jujur, ajur’ itu mendesak anggota dewan yang baru diambil sumpah untuk bertemu langsung.

“Hari ini DPRD Kota Malang untuk periode 2019-2024 dilantik. Pada momen pelantikan DPRD kali ini, kami mengadakan aksi sebagai bentuk penyampaian aspirasi kepada anggota DPRD baru yang akan menjalankan tupoksinya,” kata koordinator aksi Hanif Abdul.

Aspirasi tersebut berisi beberapa catatan dan rekomendasi kepada DPRD Kota Malang periode 2019-2024 berdasarkan tiga fungsi utamanya, fungsi penganggaran, pengawasan dan fungsi legislasi.

Pertama, tentang fungsi penganggaran, untuk pendapatan Kota Malang sangat diklaim masih kecil. Pada APBD 2019, dari total Rp 2,1 triliun Anggaran Pendapatan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Malang hanya sebesar 500 Milyar.

“Padahal ekonomi Kota Malang terbilang sangat besar dilihat dari PDB sebesar 62 triliun, sudah semestinya keriuhan ekonomi ini menyumbang untuk perbaikan derajat kehidupan masyarakat,” urainya.

Lalu, fungsi pengawasan DPRD harus berani mendalami suatu isu yang ada di masyarakat. Terutama terkait dengan kinerja OPD di Kota Malang. DPRD, menurutnya, harus bisa memaksimalkan penggunaan hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat serta seluruh fungsi DPRD. Ada beberapa permasalahan yang MCW soroti.
Pertama, pengawasan di sektor pendidikan. Temuan MCW dalam mengadvokasi kasus-kasus di pendidikan seperti adanya pungli di satuan pendidikan, tidak sesuainya jumlah sekolah negeri dengan jumlah lulusan, komite sekolah yang tidak berperan semestinya, persebaran sekolah tidak merata, dan tidak meratanya kualitas tenaga kependidikan.

Sebagai fungsi legislasi, masih buruknya komitmen kepada keterbukaan informasi publik menjadi sorotan. Salah satu faktor yang menyebabkan minimnya partisipasi masyarakat adalah tidak tersosialisasikannya program legislasi daerah. Padahal, DPRD sebagai badan publik wajib mentaati ketentuan dalam Undang-undang 14 tahun 2008 pasal 9 yang menyebutkan, bahwa kegiatan badan publik merupakan informasi yang wajib tersedia dan diumumkan.

“Atas dasar beberapa catatan di atas, MCW sebagai elemen masyarakat Kota Malang menuntut DPRD Kota Malang yang baru saja dilantik untuk memaksimalkan potensi pendapatan daerah. Benar-benar memperhatikan substansi kegiatan dalam melakukan reses. Menyusun alokasi-alokasi anggaran yang pro terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat. Aktif melaksanakan fungsi pengawasan dengan maksimal terhadap kinerja eksekutif melalui hak-hak anggota dewannya. Dan Aktif menyebarluaskan informasi kegiatan dan program legislasi yang partisipatif,” pungkasnya.(Der/Aka)