Rumpang Demokrasi di Indonesia

Hilda Zhafira

Oleh: Hilda Zhafira

Negara Indonesia adalah salah satu negara yang menganut system pemerintahan berbentuk demokrasi di dunia. Ini artinya Indonesia melibatkan rakyatnya dalam pengambilan keputusan, dan juga dalam proses pembuatan undang-undang serta kebijakan pemerintahan yang dibuat lainnya.

Indonesia sendiri menganut system demokrasi perwakilan, dimana suara rakyat diwakilkan melalui suatu dewan perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum (pemilu). Dewan perwakilan tersebut antara lain Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yaitu dewan perwakilan di tingkat daerah-daerah provinsi maupun kota/kabupaten, dan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), dimana DPR RI ini ranahnya lebih tinggi dari DPRD.

Dewan perwakilan rakyat ini sesungguhnya memegang fungsi ganda, baik sebagai penampung dan penyalur aspirasi rakyat dan juga membuat Rancangan Undang-Undang (RUU) hingga disahkan menjadi Undang-Undang (UU).

Sebuah negara tidak hanya menjadikan ‘demokrasi’ sebagai label tanpa dasar yang kuat dan makna. Suatu negara demokrasi harus mengakui dan melindungi hak asasi warga negaranya. Selain itu, ada prinsip-prinsip di dalam negara demokrasi yang benar-benar harus di junjung tinggi agar rakyat pun dapat turut ambil bagian dalam pembangunan suatu negara, antara lain kedaulatan rakyat serta nilai-nilai toleransi, kerjasama, pragmatisme, mufakat, dan juga persamaan hak bagi seluruh rakyat. Namun, nyatanya prinsip-prinsip ini tidak selamanya dijunjung tinggi baik oleh pemerintah maupun oleh rakyat sendiri.

Suatu isu yang akhir-akhir ini sedang panas dimana pada hari Senin, tanggal 5 Oktober 2020 yang lalu RUU Omnibus Law disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. RUU yang sempat membuat public heboh pada beberapa waktu yang lalu ini sebenarnya sudah ditolak keras oleh rakyat-rakyat, khususnya mengenai UU Cipta kerja. Di sisi lain dari pengesahan UU ini, ada satu kejadian yang cukup viral, dimana saat siding sedang berjalan, dan seorang anggota DPR mengemukakan pendapatnya, tiba-tiba microphone salah satu anggota DPR tersebut mati. Saat dilihat di rekamannya, diduga yang mematikan microphone tersebut adalah Ketua DPR sendiri. Jika peristiwa ini dikaitkan dengan prinsip demokrasi sendiri, tentu peristiwa ini sangat berlawanan dengan prinsip mufakat dan kerjasama yang ada di demokrasi sendiri.

Tetapi, tadi adalah contoh dari sudut pandang rakyat yang melihat situasi di pemerintahan. Di sudut pandang yang lain, rakyat yang mempunyai kedaulatan di negara Indonesia sendiri terkadang juga sadar atau tidak sadar menyalah gunakan kedaulatan yang dimiliki. Sebagai mahasiswa, memang sudah hak kita untuk membela keadilan rakyat, misalnya melalui demonstrasi. Tetapi tak jarang aksi demonstrasi ini berujung naas. Banyak mahasiswa bahkan yang turun kelapangan tanpa tau apa yang dibela, apalagi karena perkembangan jaman, beberapa dari mereka turun ke jalan hanya untuk menunjukkan eksistensi diri di sosial media. Bahkan tak jarang aksi demonstrasi ini berujung naas karena tindakan anarkis baik dari para demonstran ataupun polisi, dan juga tindakan-tindakan demonstran lain yang merusak fasilitas umum.

Coba kita lihat ke gambaran yang lebih kecil lagi. Misalnya dalam organisasi kemahasiswaan atau organisasi lainnya. Pasti secara sadar atau tidak sadar kita pernah menyuruh orang untuk tidak berkata apa-apa jika ia tidak tahu dengan realita yang dihadapi organisasi. Padahal bisa saja usul orang tersebut adalah usul yang baik bagi internal organisasi tersebut.

Sesungguhnya penegakkan demokrasi di Indonesia masih kurang. Kesadaran rakyatnya akan makna persatuan dibalik demokrasi pun masih kurang. Misalnya, berdemo bisa dilakukan dengan cara yang lebih kondusif, tidak sampai merusak fasilitas pemerintah dan juga berlaku anarkis. Di kasus yang lebih kecil lagi, masih banyak orang yang tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Terkadang kita sebagai rakyat, harus berkaca sendiri terlebih dahulu apakah kita sendiri telah menegakkan nilai-nilai yang ada dalam demokrasi? Menurut saya suatu pemerintahan adalah cerminan dari rakyatnya sendiri. Anggota-anggota dewan perwakilan rakyat pun dulunya adalah rakyat-rakyat biasa seperti kita. Membangun Indonesia yang demokratis kedepannya harus dimulai dari sekarang juga, dari diri kita sendiri, sebagai mahasiswa, murid, ataupun orang-orang muda.

*) Hilda Zhafira
Mahasiswa Kebidanan Universitas Brawijaya