Mengusung LignoFlava, 4 Mahasiswa UB Diberangkatkan ke Amsterdam

tim LignoFlava yang akan berangkat ke Amsterdam (ist)
tim LignoFlava yang akan berangkat ke Amsterdam (ist)

MALANGVOICE – Empat mahasiswa semester 8 jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB), diantaranya Himawan Auladana, Rizki Septian C.K, Rulyawan Ediwasito dan Elyda Amelia Noor akan berangkat ke Amsterdam.

Mahasiswa bimbingan Irnia Nurika STP MP PHd, menggagas bahan alternatif pengganti vanila sintetis yakni LignoFlava, sejenis vanilin alami.

Penelitian ini membawa UB mewakili Indonesia menuju Thought For Food (TFF) 2017 di Amsterdam, Belanda, pada 20-28 Mei mendatang.

Sebelumnya 500 tim diseleksi menjadi 10 tim, dimana UB mendelegasikan 6 tim dan lolos 1 tim mewakili Indonesia untuk melawan 9 negara, diantaranya Amerika Serikat, Perancis, Malaysia, Uganda, Inggris, Columbia, India, dan lainnya.

Ligno Flava merupakan alternatif vanila pod. Vanila merupakan zat tambahan pangan yang banyak digunakan, selain untuk kebutuhan kuliner dan kosmetik.

Vanilin merupakan senyawa fenolik yang dihasilkan dari tumbuhan vanila. LignoFlava dapat disebut sebagai produk vanilin yang ramah lingkungan, hemat energi dan tidak berdampak pada lingkungan. Mengingat kebutuhan vanili, istilah yang dikenal masyarakat, cukup tinggi dengan harga tumbuhan sangat mahal.

“Harga tanaman vanilin itu sekitar $450 per kilo, nah ini sebagai solutif sumber organik dari limbah pertanian yang rencananya kami tawarkan Rp 200 ribu per kilo saja,” kata Rizki.

Sementara yang ada dipasaran saat ini merupakan alternatif kimia sintetis dari minyak bumi dengan harga di atas itu. Kami menemukan flavor dari limbah pertanian yang kami ambil dari bahan serabut kelapa, kulit cangkang cocoa, jerami padi dan gandum.

Intinya bahan organik yang memiliki selulosa. Vanili atau ekstrak rasa lignocelulosa, yaitu turunan lignin, selulosa, hemiselulosa, kemudian diolah menggunakan mikroorganisme menjadi vanilin.

“Dengan masa inkubasi 3-5 minggu akan berubah menjadi bubuk, dimana per 10 gram jerami menjadi 5 persen atau 0,5 gram bubuk,” jelas Himawan Auladana, yang didapuk menjadi ketua tim.

LignoFlava dihasilkan melalui senyawa lignin yang didapat setelah memfermentasikan jamur Serpula Lacrymans dengan komposisi 20 persen dari berat bahan. Jamur ini memecah kandungan lignocelulosa pada sabut kelapa, cangkang coklat dan jerami.

“Sejauh ini, senyawa lignin paling banyak didapat pada sabut kelapa, sebanyak 30 persen. Lignin yang dipecah ini kemudian dimodifikasi menjadi vanilin,”tukasnya.

Alasan pemilihan sabut kelapa sendiri sebagai bahan baku, karena banyak terdapat di Indonesia sebagai negara penghasil kelapa terbesar.

“Kami percaya LignoFlava sebagai vanilin alami dapat menjadi salah satu bahan tambahan pangan terbaru yang dapat meningkatkan rasa namun tidak mengancam kesehatan,” papar dia lagi.

Thought for Food 2017 merupakan kompetisi tentang pangan bertaraf internasional. Pada tahun ini akan diselenggarakan di Amsterdam pada bulan Mei 2017.

Rencananya, setelah disempurnakan, mereka akan bekerjasama dengan pelaku dunia industri. Dimana dalam TFF tersebut, akan banyak para pelaku industri yang hunting untuk mencari karya inovatif yang bisa digunakan dunia industri.

Sebelum menuju kerjasama, karya mereka akan dibantu dipatenkan dan dibiayai untuk pengembangan industri oleh panitia TFF. Selain bentuk kerjasama dan hak paten, pemenang juara 1 akan mendapatkan hadiah $10.000.