Mengintip Kampung Sinau di Pinggiran Kota Malang

Sedangkan proses belajar mengajar bagi anak-anak warga setempat berlangsung setiap harinya. Ricky bersama teman-temannya secara bergantian mengajar. Mereka dengan sukarela menularkan ilmunya ke anak-anak. Bahkan, tak jarang harus merogoh dari saku sendiri.

Kampung Sinau memberi warna bagi masyarakat. Kehadirannya disambut baik selama ini. Tak jarang warga menyalurkan donasi ke Kampung Sinau.

Minat Belajar Anak-anak Minim

Berangkat dari keprihatinan terhadap anak-anak setempat menjadi alasan awal berdirinya Kampung Sinau. Dimana minim anak-anak yang lulus SD maupun SMP meneruskan ke jenjang selanjutnya. Bahkan mereka turun langsung ke sekolah untuk meyakinkan pihak sekolah agar menerima anak-anak jebolan Kampung Sinau.

Anak-anak di Kampung Sinau juga diajarkan lima bahasa. Meliputi bahasa Inggris, Jepang, Mandarin, Arab dan Jerman. Beberapa kali turis dari luar negeri juga berkunjung dan ikut mengajar anak-anak.

Kampung Sinau dalam berbagai kegiatan yang dilakukan.(Ist)

“Sebagai putra daerah, teman saya ingin berkontribusi kepada masyarakat. Prihatin saja minat anak-anak sekolah sangat minim waktu itu,” ungkap dia mengenang perjalanan Kampung Sinau.

Sebelum Kampung Sinau, dulunya Karang Taruna sempat aktif dengan mengumpulkan para pemuda dan melangsungkan berbagai kegiatan. Namun, medio 2013-2015 tidak aktif, sehingga ada gagasan mendirikan Kampung Sinau, tepatnya pada 28 Maret 2015 dan bertahan hingga sekarang.

Kalangan seniman, pelaku usaha dan akademisi tak jarang yang ikut nimbrung. Mulai dari workshop kesenian hingga kerajinan tangan kerap diselenggarakan. Dengan harapan, masyarakat dapat mandiri dan mampu menggali potensinya masing-masing yang berujung pada ekonomis.