Masjid Dikerubung Kelelawar, UB Ajari Warga Membuat Alat Pengusir Kelelawar

Warga menguji coba alat (ist)

MALANGVOICE – Dosen dan mahasiswa Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT-UB) memberikan pelatihan perakitan solar cell dan piranti elektronik kepada perwakilan karang taruna, remaja masjid, dan warga di lingkungan Masjid Al-Ghozali, Kelurahan Tlogomas, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang.

“Awalnya kita menawarkan pelatihan teknik perakitan solar cell dan piranti elektronik pendukung. Ternyata mereka juga curhat butuh solusi mengatasi gangguan kelelawar di lingkungan masjid. Akhirnya kami juga memberikan pelatihan pembuatan perangkat elektronik pengusir kelelawar,” kata dosen penanggung jawab kegiatan, Eka Maulana ST dalam rilis yang diterima MVoice beberapa menit lalu.

Kontroller (ist)
Kontroller (ist)
Pelatihan yang dihadiri oleh sekitar 30 peserta tersebut berlangsung pada 30-31 Juli 2016. Selain Eka, mahasiswa yang terlibat antara lain Hasan, Doni Darmawan Putra, Muhammad Fatahillah, Amrizal Karim Amrulloh, Muhammad Ilham Akbar, Muslichin, Mahfudz, dan Muhammad Arsil Khaji.

Eka menuturkan, prinsip kerja perangkat pengusir kelelawar sangat sederhana. Yakni menggunakan frekuensi ultrasonik yang dipancarkan melalui transduser untuk menganggu sistem komunikasi dan navigasi kelelawar.

“Pada prinsipnya semua makhluk hidup baik manusia, tumbuhan, maupun bakteri dan sejenisnya peka terhadap frekuesi tertentu,” jelas alumnus Universitas Miyazaki Jepang tersebut.

Warga sangat berterima kasih (ist)
Warga sangat berterima kasih (ist)
Frekuensi tersebut dapat dibangkitkan pada nilai tertentu untuk proses berkomunikasi atau berinteraksi antara makhluk hidup seperti memanggil, mengusir, atau bahkan untuk membantu pertumbuhan. Sementara, kelelawar mengeluarkan pulsa gelombang ultrasonik dengan frekuensi sekitar 30-50 kHz untuk sistem komunikasi dan navigasi.

“Melalui sinyal dengan frekuensi tertentu yang dipancarkan perangkat elektronik, kelelawar akan merasa terganggu dan diharapkan akan pergi serta tidak membuat kerusuhan,” bebernya.

Proses perakitan perangkat pengusir kelelawar juga tidak memakan waktu yang lama. Hanya saja untuk masyarakat awam dibutuhkan proses untuk mempelajari dan membuat pemrograman pada komponen mikrokontroller.

Komponen mikrokontroller ini digunakan untuk membangkitkan sekaligus mengukur frekuensi yang dihasilkan perangkat. Bahasapemrograman yang digunakan adalah bahasa C.

Pada perangkat pengusir kelelawar yang terpasang di Masjid Al-Ghozali, sumber dayanya dibangkitkan menggunakan solar cell dengan daya keluaran 50 Watt. Solar cell ini terhubung dengan solar controller regulator, untuk kemudian disimpan ke dalam baterai dan mensuplai perangkat.

“Target awal solar cell hanya digunakan untuk menghidupi perangkat pengusir kelelawar. Tapi ke depan diharapkan bisa digunakan untuk cadangan listrik perangkat elektronik masjid seperti amplifier (pengeras suara) dan lampu untuk penerangan,” tambah dosen asli Blitar itu.

Pembuatan perangkat pengusir kelelawar di Masjid Al-Ghozali menghabiskan biaya kurang lebih Rp. 100.000 selain komponen baterai dan solar cell. Jangkauan perangkat sejauh 5-10 meter. Eka mengaku siap memberikan pelatihan serupa di tempat lain bila memang dibutuhkan oleh masyarakat.

Sementara itu, pengurus Masjid Al-Ghozali, Erfan, mengatakan kotoran kelelawar di daerahnya sangat menganggu kebersihan masjid.

“Dari laporan takmir, sejak alat dipasang sudah tidak ada lagi kelelawar yang masuk ke dalam masjid,” imbuhnya.