Mantan TKW Ungkap Kondisi BLK CKS

Suasana luar BLK-LN Central Karya Semesta PT CKS. (Toski D)

MALANGVOICE – Kasus Calon TKW Kabur dari Balai Latihan Kerja (BLK) Central Karya Semesta di Malang yang terus bergulir.

Kali ini beberapa mantan TKW yang pernah menerima pelatihan di tempat BLK itu turut angkat bicara.

Salah satunya Gendhis (nama samaran), wanita berumur 26 tahun ini membenarkan sistem yang diterapkan PJTKI PT CKS dianggap terlalu ketat. Hal itu membuat orang merasa tertekan secara psikis.

Gendhis mengatakan, saat dirinya masuk pada awal tahun 2019 di BLK PT CKS telah menjumpai dua kali kejadian calon TKW kabur.

“Sepanjang mengikuti pelatihan rasanya seperti penjara. Memang kalau sudah masuk situ gak bisa keluar-keluar. Mereka takut kita kabur,” ujarnya, Rabu (16/6).

Baca Juga: TKW Kabur dari PT CKS Rencana Dipindah ke RSSA Malang

Dalam kegiatan pelatihan sehari-hari pun dia merasa selalu diforsir baik tenaga maupun pikiran untuk belajar.

Diceritakan Gendhis, sejak pukul 06.00 peserta TKW harus mengikuti senam rutin, lalu dilanjutkan dengan piket bersih-bersih dan kegiatan belajar hingga pukul 16.00. Dalam kurun waktu tersebut dirinya hanya mendapatkan istirahat selama satu jam yakni sejak pukul 12.00 hingga 13.00.

“Selama aktivitas itu, ponsel mereka disita, dikumpulkan jadi satu di pihak manajemen. Ponsel baru diberikan jam 7 malam. Kalau misal telat ngumpulin, hape baru bisa dibalikin jam 9 malam,” tuturnya.

Untuk makanan yang didapat juga terbilang cukup sederhana. Hanya nasi, tempe, tahu, sawi, kangkung, nasi sup sayur dan daging diberikan setiap seminggu sekali dengan ukuran yang kecil.

“Dulu ada temen yang pernah pingsan. Itu dia dibilang pura-pura dianggap mau kabur. Padahal, saya tanya teman-teman di BLK lain itu gak separah itu,” terangnya.

Baca Juga: Beda Temuan Hasil Sidak BKL PT CKS, Ini Penjelasan Wali Kota Malang

Namun sewaktu ada sidak atau kunjungan pihak luar, manajemen selalu memberikan imbauan agar calon TKW menunjukkan sikap yang baik.

“Kita itu sehari-hari tidur gak pakai sprei, sarung bantal. Dipasang kalau pas sidak doang. Terus dapur itu yang ditunjukkan pasti dapur guru, bukan dapur kita sehari-hari. Kalau ada kesalahan apa gitu pasti kena hukuman,” bebernya.

Sementara itu, yang dianggap paling parah adalah perjanjian sistem potongan gaji untuk dibayarkan ke BLK sebagai ganti uang pelatihan kerja. Nominal mencapai 2.656 dolar per bulan selama 6 bulan. Jika dirupiahkan ada sekitar Rp 36 juta lebih.

“Jadi wajar kalau sudah kayak gitu kan semua gak kerasan. Apalagi Nilai perjanjiannya segitu eh. Semakin mereka lama di BLK, ya semakin banyak potongan gajinya,” tandasnya.(der)