Limbah Sungai Brantas Mengalir Jauh

Sungai Brantas Darurat Limbah

Sedangkan kualitas air mulai Brantas tengah, di Jembatan Ngrombot, Kabupaten Nganjuk hingga Brantas Hilir di Cangkir Tambangan, Gresik, kualitas air menunjukkan peningkatan signifikan. Namun, di bagian hilir mulai dari Bambe Tambangan, Gresik, sekitar muara Kali Tengah, hingga Jembatan Petekan, Surabaya, parameter DO tidak memenuhi baku mutu air kelas 2 sesuai peruntukan kelas airnya. Sebabnya tak lain parameter DO menunjukkan di bawah 4 miligram per liter.

Data Kualitas Air 2012-2016 yang dikeluarkan Perum Jasa Tirta I

Sumber: Perum Jasa Tirta I

Koordinator Nasional IndoWater CoP, Riska Darmawanti menambahkan, tidak hanya limbah industri, pestisida dalam perairan adalah permasalahan yang sangat serius, terutama dalam air tanah. Sebab, kecepatan degradasi pestisida dapat berkisar antara beberapa bulan. Tetapi paling umum proses degradasi membutuhkan waktu tahunan hingga ukuran dekade. Lantaran air tanah adalah lingkungan yang bebas oksigen, sehingga kurang efektif untuk mendegradasi pestisida kimia.

Keberadaan pestisida pada air permukaan, menurut Riska, meski dalam konsentrasi yang sangat rendah, akan membahayakan siklus hidup organisme akuatik, seperti alga dan ikan. Mengonsumsi dalam jangka panjang air minum, buah, dan sayuran yang mengandung pestisida, meski dalam konsentrasi yang sangat rendah meningkatkan risiko kesehatan, seperti kanker.

Karena itu, ia menegaskan pencemaran air permukaan seharusnya tidak dikelola dengan sambil lalu. “Pencemaran baik pestisida maupun senyawa lainnya, mengurangi kebermanfaatan sungai dan sumberdaya biologisnya,” katanya.
Riska menyebut, ada penelitian yang menemukan kandungan Dichloro diphenyl trichlorethane (DDT) yang termasuk dalam kelompok pestisida Oil concrentrat (OC). Pestisida ini kelompok senyawa hidrokarbon terklorinasi yang digunakan untuk pengendalian hama dan nyamuk tahun 1940 hingga 1960. Yang saat ini penggunaannya sangat dibatasi untuk pengendalian hama agrikultur.

Pelarangan penggunaan DDT sudah dilakukan semenjak tahun 2007 melalui Permentan Nomor 02/PerMenTan/OT.140/21/2007. “Namun monitoring terhadap residu, pengendalian aplikasi dan peredarannya sangat lemah,” ujarnya. Penelitian DDT di sekitar hulu Sungai Brantas (Kota Batu) yang dilakukan Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL) pada 2012 menunjukkan, metabolit DDT terdeteksi di atas limit deteksi alat. Meski dilarang, kenyataannya petani masih menggunakan DDT. “Ini yang berbahaya,” kata Riska. Tak heran jika dalam dalam laporan Statistik Kementerian KLHK Tahun 2015 yang diterbitkan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa Sungai Brantas mulai tahun 2013-2015 statusnya tercemar berat.

Tabel Status Mutu Air 2013-2015 di Jawa Timur

Sumber: Statistik Kementerian KLHK Tahun 2015

Daru Setyorini tak heran dengan status ini. Mengutip data tahun 1999 yang diperoleh dari Perum Jasa Tirta I menyebutkan total beban pencemaran Sungai Brantas mencapai 330 ton per hari. Rinciannya limbah domestik sebesar 205 ton per hari, dan limbah industri mencapai 125 ton per hari.

Jika dilihat per wilayah, sumbangan limbah domestik di Brantas Hulu mencapai 127 ton per hari dan Brantas Hilir 78 ton per hari. Sedangkan limbah industri di Brantas Hulu sebanyak 49 ton per hari dan di Brantas Hilir sebesar 76 ton per hari. Limbah ini mencemari sungai yang panjangnya kurang lebih 320 kilometer dan menghidupi sekitar 16 juta jiwa penduduk di 9 kabupaten dan 6 kota. Di antaranya, Kota Batu, Kota Malang, Kabupaten Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto, yang kemudian bercabang melewati Surabaya hingga ke Gresik.

* Tulisan ini merupakan bagian pertama dari laporan mendalam berbasis data (data driven journalism) tentang Pencemaran DAS Brantas dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat.

*Pencarian data dan liputan dilakukan wartawan Malangvoice.com bersama jurnalis Okezone.com yang dengan dukungan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) melalui program data driven journalism isu kesehatan.