Limbah Sungai Brantas Mengalir Jauh

Sungai Brantas Darurat Limbah

Indonesia Water Community of Practice (IndoWater CoP) yang mengungkapkan data detail kandungan kimia berbahaya yang larut di Sungai Brantas akibat sampah popok bekas, plastik dan juga pertisida. Ancaman bahaya popok bekas bisa dilihat dalam gambar di bawah ini.

Koordinator Nasional IndoWater CoP, Riska Darmawanti menjelaskan, kandungan senyawa kimia yang berasal dari paparan seperti sampah popok bekas, penggunaan pestisida, dan limbah industri disebut Senyawa Pengganggu Hormon (SPH) yang mampu mengganggu keseimbangan hormon dan berdampak terhadap kesehatan hewan dan manusia.

Ia mengatakan negara-negara di Amerika dan Uni Eropa mulai menaruh perhatian terhadap SPH sejak tahun 1940-an. Sebenarnya pemerintah mulai menaruh perhatian khusus terhadap kelompok SPH tertentu, setelah melakukan ratifikasi Konvensi Stockholm melalui undang-undang RI nomor 19 Tahun 2009. “Sayangnya, inventarisasi SPH yang dilakukan belum terintegrasi dan tersosialisasi kepada masyarakat,” kata Riska.

Tercemar Berat

Selain sampah popok, IndoWater Cop bersama Ecoton pernah melakukan pengukuran konsentrasi PCB (polychlorinated biphenyls) dalam perairan (baik air maupun sedimen) di Brantas hilir atau Surabaya dan sekitarnya. Pengukuran dilakukan dalam bentuk Absorbable organic halides (AOX). AOX mengandung beragam senyawa terhalogenasi, yaitu pemasukan halogen ke dalam senyawa organik, seperti Polychlorinated Biphenyls (PCB), dan dioksin atau furan.

Sejauh ini, KLKH belum menetapkan AOX untuk industri pulp dan kertas, sehingga riset menggunakan baku mutu German untuk air limbah sebesar 0.1 miligram per liter dan hasilnya lima industri yang diteliti konsentrasi AOX melebihi baku mutu.

“Penetapan dan pengendalian AOX ini penting karena sifat racunnya tidak hanya berbahaya bagi lingkungan, tapi juga organisme akuatik, serta dapat berdampak terhadap kesehatan manusia,” ujar Riska. (Lebih jelasnya lihat tabel)


Sumber: Ecoton dan IndoWater Cop
Keterangan: industri yang terdapat dalam tabel merupakan industri pulp dan/ kertas Mikroplastik dan AOX termasuk dalam kategori Senyawa Penganggu Hormon (SPH).

Manajer Program dan Penelitian Ecoton, Daru Setyorini, menyebutkan sumber-sumber pencemaran di sepanjang Sungai Brantas terbagi dalam tiga kawasan, yakni hulu, tengah, dan hilir. Di bagian hulu bersumber dari penggunaan pestisida yang berlebihan dan juga limbah domestik rumah tangga seperti detergen, popok bekas, dan sampah rumah tangga yang tidak dibuang ke TPA.

Di bagian tengah dipengaruhi industri seperti gula dan kertas. Limbah industri ini juga sering menjadi masalah. Apalagi pengolahan limbah industri, menurutnya, belum menjadi prioritas dan sering “kucing-kucingan” dengan penegak hukum.

Di bagian hilir, yang paling parah karena sekitar 60 persen sumber pencemarannya bersumber dari industri dan 40 persen dari limbah rumah tangga. “Limbah rumah tangga ini terus-menerus setiap hari, sedangkan industri ini kadang tiba-tiba membuang limbah dalam jumlah yang bervariasi,” kata Daru Setyorini.

Data dari Perusahaan Umum Jasa Tirta I, yang salah satu tugasnya mengelola daerah aliran Sungai Brantas, setiap bulan mengeruk ratusan meter kubik sampah dari wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu) yang terkumpul di Bendung Sengguruh.

Sampah Bendung Sengguruh saja mencapai 100 ribu meter kubik per bulan. “Ini masih dari wilayah Malang Raya saja,” kata Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan dalam kesempatan wawancara medio Agustus.

Deputi Operasional II Perum Jasa Tirta I, Ulie Mospar Dewanto ketika ditemui pada kesempatan berbeda mengklaim kasus-kasus pencemaran di Sungai Brantas menurun. Meski begitu ia mengakui ada sumber-sumber pencemaran yang belum bisa dihilangkan, baik dari industri maupun limbah domestik. Meski sumbangan pencemaran rutin dari limbah domestik mencapai 50 persen, Ulie menambahkan, “Yang berasal dari industri tidak kalah berbahaya.”

Ia menyebut, karakteristik sumber pencemaran industri memang secara tiba-tiba dan dalam jumlah besar, waktunya pun singkat. “Curi-curi buang air (limbah, red) yang tidak melalui olahan. Kewalahannya kami di situ,” katanya.

Tak heran berdasarkan data kualitas air DAS Brantas hasil pemantauan rutin Perum Jasa Tirta I selama 2012-2016, dengan parameter utama yang diukur adalah parameter pencemar organik, antara lain kadar oksigen terlarut atau Dissolved Oxygen (DO), menunjukkan kualitas baku mutu beragam. Pada bagian hulu, mulai Waduk Sutami, Kabupaten Malang sampai Jembatan Tambangan Kesamben, Blitar, parameter DO tidak memenuhi baku mutu air kelas 2, sesuai peruntukan kelas airnya, yang mempersyaratkan DO di atas 4 miligram per liter.