Lahan Kavling Berubah Jadi Jalan dan Gapura, Pemilik Tanah Laporkan Pengembang ke Polisi

Soesana Yoeswati bersama kuasa hukumnya, Sumardhan SH. (Deny Rahmawan)

MALANGVOICE – Warga asal Surabaya, Soesana Yoeswati, melaporkan pengembang perumahan PT Sapta Tunggal Surya Abadi ke Polresta Malang Kota karena masalah lahan.

Soesana melaporkan kasus itu pada 1 November 2021 dengan dugaan tindak pidana penipuan dalam pasal 378 KUHP atau pasal 62 UU no 8 tahun 1999 atau pasal no 51 PRP tahun 1960.

Laporan itu berdasarkan masalah lahan yang dibelinya di kawasan perumahan Buring Indah kav 1 no 7, kelurahan Buring, Kedungkandang Kota Malang, pada 2005 silam. Soesana membeli dengan proses cicilan selama tiga tahun dan lunas pada 2008. Tanah kavling yang ia beli seluas 677 meter dengan harga saat itu Rp302 juta.

Bukti pelunasan itu juga sudah dipegang Soesana berupa PPJB no 6 dan kuasa menjual no 8. Dari pihak PT yang diwakili direktur Jhoni Wijaya dan Nanik Indrawati.

Namun, setelah berselangnya waktu, pada 2017 lahan milik Soesana dan suaminya itu tiba-tiba dibangun jalan The Peak dan gapura milik PT Citra Land karena PT Surya Abadi berubah status pengelolaan.

“Pada tahun 2015 dan 2016, saya sempat didatangi orang PT Surya Abadi menawarkan tukar guling lahan. Karena di lokasi tanah saya, menjadi komersial area. Nah, baru tahu di tahun 2017, tanah saya sudah ada gapura dan jalan, bahkan saya diteror. Namun, almarhum suami dan saya juga memang tidak mau tanah ditukar guling,” kata Soesana.

Hakim PN Malang mengecek lahan milik Soesana yang dijadikan jalan dan gapura PT Citraland. (istimewa)

Lahan yang dibuat tukar guling itu dikatakan Soesana berada jauh di bawah tanah yang ia beli. Padahal, tanah yang ia beli untuk dibangun hunian yang dipakai dia dan suaminya di masa pensiun.

Soesana mengaku, lahan yang dibeli di atas perumahan itu sengaja dipilih karena memiliki view bagus dan tenang. Karena itulah pada 2015 dan 2016 ia dan suaminya tidak mau menukar lahan dan tetap ingin lahan berada di atas.

Kemudian, pada 2021 lalu Soesana malah digugat PT Sapta Tunggal Surya ke PN Malang.

“PT Sapta Tunggal Jaya mengajukan gugatan 9 Juli 2021, gugatan tentang pengesahan jual beli sebidang tanah. Padahal saat bersepakat awal ada PPJB tahun 2008,” lanjutnya.

Gugatan itu ia jalani bersama kuasa hukumnya, Sumardhan SH. Hasilnya, gugatan rekonvensi itu justru dimenangkan Soesana dan pengembang diminta membayar tanah senilai Rp15 juta per meter.

Sumardhan mengatakan, pihak pengembang masih mengajukan banding.

“Gugatan sudah kami menangkan, namun pihak penggugat masih banding,” kata Sumardhan.

Saat ini, kuasa hukum masih menunggu hasil penyelidikan polisi soal laporan yang dibuat pada November 2021 lalu. Ia mengaku sudah delapan bulan namun belum ada progres berarti.

“Padahal klien saya sudah diperiksa dan memberikan alat bukti. Saya kira dua alat bukti sudah cukup untuk penyelidikan kasus ini. Saya mendesak Kapolresta Malang Kota untuk menindaklanjuti kasus ini,” tandasnya.(der)