Kota Malang Raih Penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

Wali Kota Malang, Sutiaji menerima langsung penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dari Menteri Kesehatan RI, Nila Djuwita F. Moeloek di gedung Profesor Suyudi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta (2/10). (Humas Pemkot Malang)
Wali Kota Malang, Sutiaji menerima langsung penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dari Menteri Kesehatan RI, Nila Djuwita F. Moeloek di gedung Profesor Suyudi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta (2/10). (Humas Pemkot Malang)

MALANGVOICE – Kota Malang meraih penghargaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Penghargaan diserahkan langsung Menteri Kesehatan RI, Nila Djuwita F. Moeloek kepada Wali Kota Malang Sutiaji bertepatan peringatan Hari Kesehatan Lingkungan se- Dunia, di gedung Profesor Suyudi Kementerian Kesehatan RI, Jakarta (2/10).

Selain itu, petugas kesehatan (sanitarian) Kota Malang juga meraih penghargaan. Apresiasi kementerian kesehatan diberikan kepada Anita Reski D., Amd. Ling dari Puskesmas Polowijen, Kecamatan Blimbing, kota Malang.

“Ini (penghargaan) menunjukkan bahwa partisipasi warga masyarakat kota Malang akan kebersihan lingkungan sangatlah tinggi. Maka penghargaan yang saya terima ini, saya persembahkan untuk warga kota Malang, “ujar Sutiaji, usai prosesi penyerahan penghargaan.

Sutiaji menambahkan, bahwa program pembangunan yang berangkat dari bawah (bottom up) dan berbasis masyarakat, cenderung lebih sustainable (berkelanjutan) dan awet, dibandingkan program program yang top down.

“Dan kota Malang, cukup teruji, terukur dan terbukti akan pembangunan berbasis (terlahir) dari masyarakat, seperti yang terpotret pada kampung warna warni, kampung Glintung go green, kampung budaya Polowijen, dan yang lainnya, “imbuh Sutiaji.

Sementara itu Menkes RI, Nila DF. Moeloek, menegaskan bahwa derajat kesehatan itu faktornya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan perilaku. Komposisi derajat kesehatan, yakni 30 persen karena faktor perilaku, 40 persen faktor lingkungan (sanitasi dan air bersih), 20 persen dari pelayanan kesehatan dan 10 persen faktor genetika.

“Oleh karenanya strategi kemenkes adalah menumbuhkembangkan secara masif germas (gerakan masyarakat hidup sehat). Yang itu artinya menyentuh kebiasaan dan perilaku, ” kata Nila Moeloek.

“Bagaimana kita bisa memiliki lingkungan sehat, kalau B. A. B (Buang Air Besar) masih banyak langsung ke sungai. Bahkan tercatat yang ODF 100 persen hanya 28 daerah, ” imbuhnya.

Ia menambahkan, pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sangat berpengaruh pada penyebaran penyakit berbasis lingkungan, sehingga untuk memutuskan rantai penularan ini harus dilakukan rekayasa pada akses ini. Agar usaha tersebut berhasil, akses masyarakat pada jamban (sehat) harus mencapai 100 persen pada seluruh komunitas. Keadaan ini kemudian lebih dikenal dengan istilah Open Defecation Free (ODF).

Menkes RI, juga memberi tantangan kepada Kepala Daerah, dan juga Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/Kota/Kabupaten yang hadir untuk berani mengubah dan memindah kampung (permukiman) yang sebelumnya membelakangi sungai, diubah menghadap sungai.

“Salut dah saya kalau ada yang berani dan berhasil melakukan itu, ” ujarnya.(Der/Aka)