Komunitas Tuna Rungu Kampanyekan Kesetaraan di Balai Kota

Salah seorang penyandang tuna rungu mengajari bahasa isyarat kepada Wakil Ketua DPRD Kota Batu Nurrochman (paling kanan) dan pejabat lainnya usai upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda, di Balai Kota Among Tani, Senin (30/10). (istimewa)
Salah seorang penyandang tuna rungu mengajari bahasa isyarat kepada Wakil Ketua DPRD Kota Batu Nurrochman (paling kanan) dan pejabat lainnya usai upacara Peringatan Hari Sumpah Pemuda, di Balai Kota Among Tani, Senin (30/10). (istimewa)

MALANGVOICE – Upacara peringatan Hari Sumpah Pemuda di Pemkot Batu, Senin (30/10) berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, sejumlah muda-mudi penyandang tuna rungu gelar aksi simpatik di Balai Kota Among Tani.

Tepat upacara usai digelar, belasan anak penyandang tuna rungu yang tergabung dalam komunitas Shinning Tuli Kota Batu melakukan aksi simpatik dengan membagikan bunga dan stiker kepada seluruh peserta upacara. Tak hanya itu, dilakukan penggalangan dukungan solidaritas masyarakat dengan pengumpulan tanda tangan.

Sejumlah pejabat Pemkot Batu, DPRD Kota Batu, hingga Wali Kota Batu terpilih 2017-2022, Dewanti Rumpoko ikut membubuhkan tanda tangan. Beberapa di antaranya juga dilatih menggunakan bahasa isyarat.

Perwakilan Shinning Tuli Kota Batu, Paulus Adi Dwicahya mengatakan aksi ini dilakukan juga untuk memperingati Hari Tuli Internasional, setiap 27 September.

Mereka mengampanyekan kesetaraan melalui pendidikan inklusi dengan bahasa isyarat. Pada intinya mereka punya hak hidup yang sama sebagaimana masyarakat normal pada umumnya.

“Meski ada keterbatasan kami juga ingin bersosial dengan masyarakat sebagaimana orang pada umumnya, kami juga ingin merasakan apa yang dirasakan masyarakat umum dan juga sebaliknya,” ungkapnya kepada awak media.

Adi menambahkan, pada dasarnya mereka ingin membuktikan diri memiliki semangat juang yang sama sebagaimana pemuda umumnya.

“Bahwa kami juga punya semangat juang yang sama dalam pembangunan Kota Batu,” sambung dia.

Inklusi penuh, masih kata Adi, terdiri atas delapan poin, di antaranya ialah hak saat dilahirkan, identitas tuli, aksesibilitas, kesetaraan bahasa, peluang kerja yang setara, pendidikan dwi bahasa, kesamaan partisipasi, dan belajar sepanjang hayat. Sayangnya, menurut dia, masih dijumpai kendala berupa fasilitas penunjang disabilitas di ruang pelayanan publik.

“Seperti contohnya pas mau bikin KTP, Dispendukcapil ndak ada penerjemah jadi ya kesulitan,” pungkasnya.(Der/Aka)