Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik

Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik
Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik

MALANGVOICE-Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) mengadakan Seminar Nasional Pendidikan menghadirkan Pakar Pendidikan Anak, Seto Mulyadi, hari ini, di Theater UMM Dome. Seminar mengangkat tema “Peran Profesionalisme Guru dalam Menjawab Pendidikan Menuju Generasi Emas”.

Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik

Seto Muyadi mengatakan, guru yang diimpikan murid adalah guru yang memperhatikan dan mengerti dunia anak-anak yang dididik. “Itulah guru yang sukses dan profesional. Itulah guru yang keren, yaitu guru yang memahami psikologi anak didik,” kata tokoh pendidikan yang akrab dipanggil Kak Seto ini.

Berbagai kekerasan terhadap anak yang terjadi belakangan ini tak luput dari perhatian Kak Seto. Baginya, fenomena tersebut tak bisa dilepaskan dari didikan guru dan orang tua pada anak saat kecil. Kak Seto mencontohkan stereotype anak nakal yang identik dengan dijewer ibunya, dibentak bapaknya, dan dihukum gurunya.

Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik

“Nanti kalau sudah jadi guru atau sudah berkeluarga, punya anak-anak yang lucu-lucu, yang hebat-hebat, janji ya gak akan dibentak. Kalau mau jadi pendidik, kita harus kampanye senyum. Ingat, semua berawal dari kekuatan cinta,” papar Kak Seto.

Bagi Kak Seto, dunia anak adalah dunia bermain, karena itu cara mendidik anak haruslah dengan cara bermain, bukan dengan cara kekerasan seperti membentak. Dalam kaitan ini, Kak Seto menjelaskan lima ciri utama mendidik anak dengan cara bermain.

“Pertama, bermain didorong oleh motivasi dari diri sendiri, sehingga apa akan dilakukan anak memang betul-betul memuaskan dirinya, bukan karena iming-iming hadiah atau karena diperintah orang lain,” urai Kak Seto.

Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik

Kedua, lanjut Kak Seto, bermain dipilih secara benar sesuai keinginan anak. Ketiga, bermain adalah kegiatan yang menyenangkan. Keempat, bermain tidak selalu harus menggambarkan hal yang sebenarnya. Kelima, bermain senantiasa melibatkan peran serta aktif anak, baik secara fisik, psikologis maupun keduanya sekaligus.

Karenanya, untuk bisa mendidik anak dengan bermain, maka seorang guru harus juga menjadi seorang pendongeng, penyanyi, bahkan pesulap. “Mereka bukanlah orang dewasa ukuran mini, dunia mereka adalah dunia bermain. Anak, selain bertumbuh secara fisik ia juga berkembang secara psikologis, ia kreatif dan suka meniru,”, jelas Kak Seto.

Kak Seto Ajak Mahasiswa FKIP UMM Pahami Psikologi Anak Didik

Selain memahami psikologi anak yang suka bermai, Kak Seto juga menekankan pentingnya melatih dan mengembangkan kemampuan anak.

“Sebagai seorang pendidik yang baik pun, kita juga perlu serius melatih dan mengembangkan berbagai kemampuan seperti sikap rendah hati, ramah, sopan santun, kedisiplinan, juga kemampuan berbicara secara jelas, tegas, lancar, menarik, menyanyi, bergerak lincah dan gesit, serta yang paling penting adalah kreatif,” paparnya.

Sementara itu Rektor UMM, Fauzan, dalam sambutannya mengatakan, kehadiran Kak Seto merupakan representasi tetesan embun di tengah dahaga masyarakat.

Baginya, saat ini perkembangan psikologi pendidikan mengalami sakit agak parah sebab faktor lingkungan. Karenanya kehadiran Kak Seto yang di masa lalu populer dengan karakter yang disukai anak-anak, yaitu Si Komo bisa menjadi pencerahan bagi mahasiswa FKIP UMM.

Menurut Fauzan, peran guru tidak hanya di sekolah. Guru adalah perwakilan Tuhan dalam menegakkan norma-norma di masyarakat. “Dulu, guru itu priyayi. Guru memiliki strata sosial ekslusif. Sederhana tapi memiliki kualitas yg tinggi,” kenang Fauzan.

Fauzan juga menekankan pengaruh guru yang begitu besar dalam menentukan nilai-nilai di masyarakat. Bagi Fauzan, Indonesia menjadi negara konsumtif karena guru yang selalu memberi contoh pada para siswa dengan kata “membeli”, bukannya “membuat”.

“Yang sering jadi cohtoh dari guru yaitu ‘Ibu membeli sayur’, ‘Adik membeli sepatu’. Harusnya ada revolusi, diganti dengan kata-kata semisal ‘Ayah membuat pabrik’ agar secara psikologis terasa lebih gagah,” ujar Fauzan.

 

Selepas memberikan materi, dilakukan prosesi penyematan jas almamater UMM yang dilakukan oleh Pembantu Dekan III FKIP UMM Dr Hari Sunaryo pada Kak Seto.

“Ini suatu kehormatan bagi saya mengenakan jas almamater UMM. Serasa jadi mahasiswa FKIP UMM. Tau gitu, kalau dari dulu saya tau UMM, saya masuk FKIP UMM saja,” ucapnya disambut tepuk tangan peserta yang hadir.