Jihad Digital, Agenda Mendesak Muhammadiyah

MALANGVOICE – Agar lebih diterima masyarakat, Muhammadiyah perlu memperluas ranah dakwah dengan memberi perhatian khusus pada mobilitas dakwah virtual. Hal itu disampaikan Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nasrullah, saat menjadi narasumber pada kegiatan Tadarus Pemikiran Islam kerjasama UMM dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), di Auditorium UMM.

Jihad2Nasrullah menilai, alasan mengapa ustadz-ustadz artis bisa lebih diterima di masyarakat, karena mereka menggunakan media-media populer yang mudah dijangkau. Namun, ia tetap memberi penekanan bahwa kerja media yang dilakukan Muhammadiyah harus tetap difungsikan sebagai media verifikator atas isu-isu provokasi yang dihadapi persyarikatan.

Karenanya, Nasrullah menyayangkan sejumlah media yang mengatasnamakan Muhammadiyah dan cenderung provokatif. ”Media kita seharusnya tidak untuk memprovokasi, melainkan untuk mengklarifikasi. Inilah yang disebut jihad digital. Karena yang kita hadapi itu kekuatan-kekuatan digital yang sangat luar biasa,” ungkap Kepala Humas UMM ini.

Jihad3Hal senada dikemukakan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Aisyiyah, Dr Alimatul Qibtiyah, yang mengatakan, media dakwah Muhammadiyah terkesan kaku dan berat.

“Kita ambil contoh Suara Muhammadiyah. bahasa dan konten-konten yang disajikan tidak begitu populis di kalangan masyarakat, bahkan di internal Muhammadiyah sendiri,” tutur dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Jakarta ini.

Karena itu Qibtiyah menyarankan agar Muhammadiyah melakukan langkah-langkah strategis dalam memanfaatkan multimedia. Di antaranya, dakwah melalui multimedia harus lebih efektif dan menarik.

“Saran saya, Muhammadiyah perlu membuat tim dakwah multimedia yang kemudian diunggah di media sosial,” ungkapnya. Yang berikutnya, ia juga menyarankan untuk mengoptimalkan website resmi persyarikatan (muhammadiyah.or.id), baik updating maupun upgrading untuk kegiatan dakwah dan keorganisasian.

Sementara Wakil Rektor I UMM, Prof Dr Syamsul Arifin MSi, mengakui, media sangat penting sebagai bagian dari instrumen dakwah. Namun, ia lebih memberi titik tekan bahwa substansi dan konten dakwah juga perlu menjadi perhatian.

Syamsul mengaku resah dengan gaya narsisme atau keakuan yang berkembang dalam dunia sosial media. Terlebih, jika narsisme itu merambah pada pada wilayah agama yang mestinya merupakan ruang privat, dan tidak seharusnya dikonsumsi publik.

“Misalnya status yang menunjukkan bahwa ia sedang melakukan ibadah. Itu kan privat sekali,” tutur Guru Besar Fakultas Agama Islam UMM ini