Jangan Ditiru, Begini Nelayan Tangkap Benur Ilegal secara Tradisional

Ilegal Fishing

Tersangka Sugito pelaku ilegal fishing di Kabupaten Malang (Tika)
Tersangka Sugito pelaku ilegal fishing di Kabupaten Malang (Tika)

MALANGVOICE – Sugito (48), tidak menyangka jika aktivitasnya menangkap benur alias baby lobster dilarang oleh undang-undang di Indonesia.

“Saya nggak tahu kalau nangkap benur itu dilarang negara. Saya kira sama saja kayak nangkap ikan di laut, nggak ada hukumannya,” kata nelayan asal Tirtoyudo ini dengan wajah menunduk pasrah, Rabu (15/2).

Dia menjelaskan, sudah empat bulan menjadi penangkap benur. Sebelumnya, mencari ikan di laut. Ide menangkap baby lobster ini juga didapatkan karena banyak melihat orang mencari bayi lobster.

“Banyak yang cari, yang mau beli jadi saya ikut saja,” kata dia.

Cara menangkap hasil laut komoditas ekspor ini juga masih tradisional. Dia menggunakan sabut kelapa dengan panjang antara 500 hingga 600 meter dan dibentuk menyerupai bintang.

Kemudian, jalinan sabut ini ditanam di tepi pantai dengan kedalaman sekitar 45 meter dan diberi penerangan lampu untuk menarik benur.

“Ditunggu sehari semalam besoknya ada banyak benur yang nyantol,” kata dia.

Sehari, lanjut dia, bisa menangkap antara 50 hingga 60 ekor. Tangkapannya ini kemudian disetorkan ke kurir bernama Heriyan Ahmad, warga Arjosari, Kota Malang. Satu ekornya dihargai Rp 3 ribu hingga Rp 5 ribu.

Sementara itu, Heriyan mengaku hanya sebagai kurir yang disuruh oleh salah seorang yang tidak pernah dia ketemui sebelumnya. Orang ini disinyalir menjadi pembeli benur. Berdasarkan informasi yang didapatkan MVoice, penangkapan benur ini merupakan order dari warga Jember.

“Kami komunikasi via telpon dan honor sekali kirim Rp 300 hingga 400 ribu ditransfer,” kata Heriyan.

Sekali kirim, lanjut dia, bisa dikirimkan sekitar 400 ekor.

“Nggak tentu, tergantung setoran dari nelayan,” tandas dia.