DPRD Perjuangkan Aspirasi Pengusaha Karaoke Hiburan Malam

Pimpinan dewan usai audiensi dengan pelaku usaha karaoke dan hiburan malam di lantai III gedung DPRD Kota Malang, Selasa (25/8). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Ada friksi terkait boleh tidaknya karaoke hiburan malam dapat buka kembali di tengah pandemi COVID-19. Wali Kota Malang Sutiaji kekeuh menolak izin operasional. Pada sisi lain, DPRD membuka harapan pelaku usaha untuk mengais rezeki kembali.

Ya, legislatif berkomitmen memberikan solusi agar roda perekonomian usaha hiburan malam. Hal itu diungkapkan Ketua DPRD Kota Malang I Made Rian Diana Kartika usai audiensi dengan Forum Komunikasi Pengusaha dan Pekerja Hiburan, Cafe dan Restoran (Foksa Pencar) Kota Malang, Selasa (25/8).

“Semangat kami (DPRD) bagaimana keseimbangan itu berjalan, yakni pemulihan ekonomi dengan tetap memperhatikan kepentingan kesehatan,” kata Made.

Sebagai wakil rakyat, lanjut dia, sudah menjadi kewajibannya untuk memberikan jalan keluar masalah yang dihadapi masyarakat atau konstituennya. Meski demikian, pihaknya memahami alasan Wali Kota Malang Sutiaji yang tegas menolak mengeluarkan izin operasional karaoke dan hiburan malam. Pemerintah khawatir angka penularan virus tak terkendali.

“Beberapa pertimbangan walikota tentu kami perhatikan. Namun, ekonomi masyarakat juga perlu diperhatikan. Karena pelaku usaha khawatir merugi dan terjadi PHK,” ujar politisi PDI Perjuangan ini.

Merespon keluhan tersebut, bakal digelar pertemuan Forum pimpinan daerah (Forpimda), yakni TNI, Polri dan tentunya walikota, dalam waktu dekat ini.

“Kami akan segera rapat,” pungkasnya.

Sementara itu, Koordinator Foksa Pencar Kota Malang Yopi Christoforus Najong mengungkapkan, ada lima poin tuntutan yang telah disampaikan kepada pimpinan DPRD Kota Malang. Termasuk, meminta dibuka kembali jam operasional seperti sebelum merebaknya pandemi COVID-19. Kemudian pembebasan pajak sampai Desember 2020 demi memulihkan iklim perekonomian bidang usaha hiburan, cafe dan restoran.

“Saat ini semua serba susah, khususnya pekerja. Bahkan ada pekerja musik (band) sampai menjual gitarnya untuk menyambung hidup,” keluhnya.

Ia melanjutkan, sedikitnya ada 20 outlet (khususnya karaoke) melaporkan alami situasi yang buruk, akibat belum bisa beroperasi. Belum soal pekerja atau karyawan yang terkatung – katung tak mendapatkan pemasukan ekonomi. Berdasarkan hasil pendataan, lebih dari 1000 pekerja terdampak perekonomiannya akibat pandemi COVID-19.

“Itu (jumlah pekerja) baru dari sektor karaoke. Belum kafe dan restoran. Ya bisa mencapai 2.000 pekerja yang tidak punya pemasukan,” tukasnya.(der)