Dialog Punokawan Sindir Keadilan HAM

Penampilan drama komedi oleh Punokawan di malam budaya 11 tahun meninggalnya Munir. (fathul/malangvoice)

MALANGVOICE – Acara puncak malam budaya peringatan 11 tahun kematian Munir, Selasa (8/9) malam ini, berlangsung ceria gara-gara kehadiran Punokawan Petruk, Bagong, Gareng dan Semar. Mereka membawakan drama yang nyerempet-nyerempet keadilan HAM.

Diiringi Ki Dalang Sunarto dengan tim kendang dan bonang, acara menjadi lebih semarak. Bahkan halaman Omah Munir penuh sesak pengunjung hingga meluber ke pintu gerbang.

“Saya ucapkan terimakasih kepada seluruh undangan yang hadir dan bersedia menjadi pengisi agenda 11 tahun kematian Munir,” ungkap Direktur Eksekutif Omah Munir, Salmah Safitri dengan wajah sendu.

Penampilan musikalisasi puisi dari Teater Langit Malam yang mengusung puisi milik Widji Thukul juga mampu membius penonton. Kalimat-kalimat seperti “aku akan terus memburumu seperti kutukan” dan “aku ada dan berlipat ganda” membuat bulu kuduk merinding.

Sebagaimana diketahui, “aku ada dan berlipat ganda” menjadi tema peringatan 10 tahun kematian Munir tahun lalu yang dimodifikasi menjadi “Munir Ada dan Berlipat Ganda”. Sedangkan tema tahun ini adalah “Munir Muda Melawan Lupa”.

Menurut Salmah, tema yang diusung tahun ini sangat penting ditularkan kepada pemuda-pemudi di Indonesia. Apalagi seringnya Munir dianggap pengkhianat sehingga tema ini digaungkan sehingga Munir akan semakin dikenal.

Sementara di Indonesia Munir disia-siakan, tetapi di Belanda sebuah jalan nasional diberi nama “Munirpad (Jalan Munir)”. Penghargaan internasional kepada Munir ini, kata Salmah, memang menggelisahkan sementara di Indonesia penghormatan kepada Munir berkurang dengan tidak ada penyelesaian kasus.

“Bagaimanapun diteror dan diancam, Munir tidak pernah takut memperjuangkan HAM. Ini harus kita tiru, bahwa tidak ada yang perlu kita takutkan kecuali Tuhan dalam rangka menegakkan keadilan,” tegasnya.

Hingga saat ini, acara malam budaya masih berlangsung. Seakan tidak habis energi hingga semalam suntuk, para seniman dan budayawan bergantian menampilkan karyanya mulai dari puisi hingga monolog tentang anak-anak Munir.-