Awal Tahun, Kota Batu Sudah Disambut 33 Bencana

Longsor di Desa Tlekung (Aan)

MALANGVOICE – Baru masuk tahun 2021 sudah ada 33 peristiwa bencana di Kota Batu pada bulan januari. Tanah longsor menjadi musibah yang paling banyak terjadi.

Hal ini disebabkan pada bulan Januari hingga Februari ini musim hujan telah mencapai puncak-puncaknya. Musim hujan kali ini curah hujan harian di Kota Batu bisa mencapai 300-500 milimeter.

Sampai tanggal 18 Januari, Kasi Logistik dan Kedaruraran BPBD Kota Batu, Achmad Choirul Rochim secara detail bencana yang terjadi di Kota Batu. Yakni 24 kali longsor, 3 kejadian plengsengan ambrol dan banjir luapan sebanyak 4 kali.

Beberapa dampak harus dirasakan masyarakat Kota Batu, mulai dari plengsengan ambrol, rumah rusak, hingga drainase rusak. “Secara material seluruh kerugian diperkirakan mencapai Rp 1,6 miliar,” ujar Rochim.

Anggaran sebesar Rp 2,9 miliar harus dikucurkan untuk menanggulangi dampak bencana itu. Anggaran itu diambil dari anggaran belanja tak terduga (BTT) yang pada tahun 2021 ini sebesar Rp 10,8 miliar.

Bencana tanah longsor di Kota Batu ini memang sering terjadi. Pada bulan Desember tahun 2020 BPBD mencatat ada 25 bencana longsor terjadi. Tidak ada korban jiwa akibat bencana itu.

Untuk menghindari adanya korban akibat bencana yang terjadi. BPBD Kota Batu melakukan tindakan kesiapsiagaan dengan menargetkan 15 unit pemasangan alat early warning system (EWS) pendeteksi tanah longsor.

Sementara itu, ditambahkan oleh Kepala BPBD Kota Batu, Agung Sedayu untuk mengantisipasi adanya korban ketika terjadi bencana longsor. BPBD Kota Batu tahun ini menganggarkan enam alat EWS.

Saat ini Kota Batu telah memiliki empat unit EWS. Sedangkan untuk kebutuhan 15 unit. Artinya BPBD masih membutuhkan sembilan alat pendeteksi longsor.

“Karena itu kami mengajukan enam alat pendeteksi longsor tahun 2021. Pengadaan dilakukan secara bertahap. Enam alat tersebut nantinya akan dipasang di pada desa/kelurahan yang rawan terjadi longsor. Seperti permukiman yang disekitarnya terdapat daerah lereng,” bebernya.

BPBD memetakan beberapa daerah yang rawan longsor seperti di Kecamatan Bumiaji meliputi Desa Sumber Brantas, Tulungrejo, Gunungsari, Sumbergondo. Selain itu, satu titik berada di kawasan payung, Kelurahan Songgokerto, Kecamatan Batu.

“Alat ini nantinya akan mengidentifikasi pergerakan tanah yang dideteksi oleh kabel baja ekstensometer. Sehingga ketika ada pergeseran tanah, alarm akan berbunyi,” ungkapnya.

Untuk harga per unit EWS membutuhkan anggaran sekitar Rp 110 juta. Dengan rincian ekstensometer sekitar Rp 55 juta dan warning sistemnya sekitar Rp 47 juta.(der)