Aksi Simbolik Anti Korupsi di Kota Batu Dibubarkan Polisi

Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto berdialog dengan massa mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Kota Batu. (Aziz Ramadani/MVoice)
Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto berdialog dengan massa mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Kota Batu. (Aziz Ramadani/MVoice)

MALANGVOICE – Detik-detik jelang Dewanti Rumpko-Punjul Santoso dilantik Gubernur Jatim Soekarwo sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Batu 2017-2022, massa mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Peduli Kota Batu menggelar aksi simbolik, Selasa (26/12) siang. Namun, petugas kepolisian membubarkan aksi yang digelar di Jalan Gajah Mada atau Alun-Alun Batu.

Aliansi Masyarakat Peduli Kota Batu bersama Malang Corruption Watch (MCW) sejatinya menggelar aksi berupa photo both bergambarkan petugas KPK menangkap koruptor. Serta mengampayekan lawan korupsi kepada masyarakat Kota Batu. Ada pula pohon harapan yang mengajak masyarakat menuliskan impiannya terhadap Kota Batu di bawah pimpinan yang baru Dewanti Rumpoko-Punjul Santoso.

Belum sempat memulai aksinya, polisi berpakaian preman membubarkan paksa gerombolan puluhan massa tersebut. Dasar pembubaran karena tidak mengantongi izin resmi dari Polres Batu. Sempat pula terjadi adu argumentasi. Beberapa polisi berseragam lengkap perlahan mengerumuni massa khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan.

Perlengkapan aksi sempat ditepikan polisi. Namun massa tetap bertahan sembari melakukan aksi berdiam diri. Tak lama kemudian, Kapolres Batu AKBP Budi Hermanto turun tangan langsung. Kapolres menegaskan bahwa niat dan tujuan mengajak peduli tentang pemberantasan korupsi memang baik.

“Surat pemberitahuan baru diserahkan 09.30 WIB tadi. Ini juga masih libur bersama. Harusnya memahami aturan tentang kebebasan mengeluarkan pendapat sesuai UU Nomor 9 Tahun 1998,” kata pria akrab disapa Buher ini.

Aturan tersebut, lanjut Buher, bahwa tiga hari sebelum melaksanakan aksi harus mengirimkan surat pemberitahuan. Dalam pemberitahuan jelas mulai tempat, objek, alat peraga dan siapa kordinator lapangan (korlap).

“Jadi bukannya kepolisian tidak peduli dengan penggiat korupsi. Tapi, bagaimana penggiat mengajak dan mengetuk hati nurani masyarakat tertib dan anti korupsi kalau penggiat sendiri melanggar ketentuan yang ada,” jelas Buher.

Maka, masih kata dia, sesuai pasal 15 UU Nomor 9 tahun 1998, secara sah kepolisian berhak membubarkan.

“Kami tegas dan tepat terukur dalam penanganan unjuk rasa jika melanggar ketentuan,” tutup alumnus Akpol 2000 ini.(Der/Ak)