AIDA Mendorong Pemerintah Terbitkan PP Tentang Pemenuhan Hak-Hak Korban Terorisme

AIDA saat konferensi pers di The 101 Hotel, Rabu (5/2). (Aziz Ramadani MVoice)
AIDA saat konferensi pers di The 101 Hotel, Rabu (5/2). (Aziz Ramadani MVoice)

MALANGVOICE – Aliansi Indonesia Damai (AIDA) mendorong agar pemerintah memperhatikan pemenuhan hak-hak korban terorisme. Terlebih kepada korban masa lampau yang diyakini ada banyak belum mendapatkan hak-haknya.

Direktur AIDA Hasibullah Satrawi mengatakan, AIDA mendorong pemerintah agar segera menerbitkan peraturan pemerintah (PP) dari Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 terkait hak-hak korban sebagai aturan turunan untuk memberikan kompensasi bagi korban terorisme.

“Kami berharap presiden segera menandatangani PP ini, kenapa ini penting, alasannya karena ada limit waktu. Pengajuan korban untuk mendapatkan kompensasi diberikan limit waktu tiga tahun setelah UU disahkan. Artinya kalau setahun lagi ke depan PP belum selesai, maka kompensasi untuk korban lama bisa menjadi aturan yang tidak bisa terimplementasi,” jelasnya pada konferensi pers, Rabu (5/2).

AIDA, lanjut dia, mendorong pemerintah menerbitkan PP sebagai payung hukum pemenuhan hak-hak korban yang lama, yang terjadi sebelum UU ini disahkan. Agar pemberian kompensasi kepada korban lama tidak menggugurkan hak lain di luar kompensasi, karena hak-hak korban pada prinsipnya berdiri sendiri-sendiri

“Pemenuhan hak-hak korban terorisme lama sebelum UU Nomor 5 tahun 2018 diberlakukan didasarkan atas asas keadilan, kesetaraan dan kesepahaman. Kenapa ini kami tekankan, karena ini peristiwa masa lampau, kami tidak ingin ada hak -hak warga tidak terimplementasi akibat halangan administrasi,” sambung dia.

Sebagai lembaga yang konsen dengan pendampingan para korban, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan hak korban dengan segala keterbatasan yang ada.

Terlepas dari itu, AIDA juga tetap mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai ancaman -ancaman kekerasan termasuk terorisme.
AIDA mengimbau masyarakat untuk mengedepankan perdamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai pemberitahuan, bahwa Undang-undang (UU) pertama yang memberikan hak kepada para korban terkait terorisme yaitu UU Nomor 15 tahun 2003, diatur dua hak, kompensasi dan restitusi (merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada Korban atau ahli warisnya). Tapi berdasarkan temuan AIDA, semenjak UU tersebut diberlakukan, sampai 2014 , belum ada satupun para korban yang mendapatkan hak kompensasi dan restitusi, walaupun sudah diatur dalam UU.
Oleh karena itu AIDA sejak berdiri 2013 bersama para korban melakukan agar ada penguatan hak -hak korban dari sisi UU.

Perlu diketahui, pada konferensi pers tersebut juga dibacakan oleh beberapa korban terorisme, salahsatunya Christian Salomo, korban bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada 9 September 2004. Kemudian ada pula bekas napi terorisme (Napiter) Choirul Ihwan.(Der/Aka)