Tanpa Identitas dan Ungkapan Menipisnya Idealisme Berseni

Pengunjung saat memperhatikan salah satu karya instalasi berjudul Tanpa Identitas (Fathul/MalangVoice).

MALANGVOICE – Jiwa seni tidak melulu dimiliki mahasiswa jurusan seni atau sastra. Terbukti, mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik Malang (STTM) juga mampu menghadirkan pameran instalasi bertajuk ’70th Indonesiaku’.

Pameran yang diselenggarakan sejak Minggu (16/8) malam, di Galeri Raos, Jalan Panglima Sudirman Kota Batu, itu menampilkan 10 tema yang kesemuanya bernuansa Indonesia.

Bukan hanya pameran, para mahasiswa yang tergabung dalam Komunitas Insitek Pro (Interior, Arsitek, Desain, dan Produk) ini juga menggalang dana untuk penderita hydrocephalus Kediri, Angger Seno Priambodo.

Salah satu instalasi yang menarik dalam pameran tersebut adalah karya berjudul Tanpa Identitas. Dalam instalasi ini, ada hot pants yang dimasukkan ke sangkar berbendera indonesia.

Dari sangkar tersebut keluar kupu-kupu berkarakter batik yang berterbangan semakin jauh. Lama-lama, kupu-kupu ini berjatuhan dan menjadi kering di tanah.

Menurut Wakil Ketua Insitek Pro, Redy Dwi Hendarto, Tanpa Identitas tersebut menggambarkan bahwa Indonesia sudah terpengaruh budaya luar yang diidentikkan dengan hot pants.

Apalagi, lanjutnya, Bangsa Indonesia juga kebanyakan sudah menjauhi budayanya sehingga semakin lama, budaya indonesia akan mengering lalu mati sebagaimana kupu-kupu batik tersebut.

“Ini adalah cara kami memperingati Kemerdekaan RI. Ingin sekali kami menyebarkan gagasan ini supaya masyarakat Batu dan Malang Raya kembali pada budaya Indonesia,” kata Redy.

Redy juga menjelaskan salah satu instalasi berjudul Merdeka Tanpa Koruptor dengan konsep Shadow Art atau seni bayangan yang menggambarkan seekor tikus yang terkurung dalam penjara.

Selain itu, masih ada beberapa karya instalasi dan lukisan yang dipamerkan oleh Insitek Pro ini, seperti Parkir Area, Kuda Lumping, Pita Hitam, Perjuanganku, Mata-Mata Idola, dan Merdeka atau Dijajah.

“Dalam karya Merdeka atau Dijajah ini kita hadirkan peta indonesia yang hijau, namun seluruh wilayahnya dikuasai secara ekonomi oleh negara lain,” tambah Rudy.

Salah satu pengunjung pameran, Santoso, sangat mengapresiasi pameran yang diselenggarakan oleh para pemuda ini. Menurutnya, siapapun perlu mendukung bila ada pemuda yang bisa berkreasi.

“Ini kan sesuatu kreatifitas yang positif. Di saat yang sama remaja dan pemuda di luar berbuat negatif, mereka malah mampu berkarya dan bisa kita nikmati bersama,” ujarnya.

Redy sendiri menegaskan bahwa respon pengunjung sangat baik. Beberapa dari pengunjung juga bertanya kepada panitia maksud dan tujuan dari karya mereka, meski banyak juga yang sekedar melihat-lihat lalu keluar.

“Selanjutnya kita akan merancang lagi pameran dilokasi yang lain. Sebelumnya kita selalu pameran di kampus sendiri,” tandasnya.