Wayang Krucil di Wiloso Dipertahankan Hingga Generasi ke Tujuh

Wayang Krucil (tika)
Wayang Krucil (tika)

MALANGVOICE- Wayang krucil yang digelar rutin di Dusun Wiloso, Desa Gondowangi, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang, memang bukan sembarang wayang. Keberadaannya dipertahankan hingga 300 tahun, secara turun temurun.

Nama wayang ini cukup asing di telinga sebagian orang, tidak sepopuler wayang kulit. Memang ada banyak perbedaan antara wayang kulit dengan krucil.

Bahan pembuat wayang krucil adalah kayu yang diukir dan diwarnai sesuai karakter tokoh. Gunungan yang pada wayang kulit berbentuk segitiga berbahan kulit bercat emas, pada wayang krucil digantikan dengan rangkaian bulu burung elang Jawa berwarna coklat.

Begitu juga dengan penggunaan gedebog daun pisang untuk menancapkan tokoh, dalam wayang krucil menggunakan bilah kayu yang sudah dilubangi.

“Ceritanya juga bukan tentang Mahabarata atau Ramayana, tapi kisah lokal, misalnya Malangan atau Majapahitan,” jelas Kades Gondowangi, Danis Setya Budi Nugraha, kepada MVoice, di tengah pagelaran.

Dia juga menjelaskan, wayang ini dirawat secara turun temurun oleh salah satu keluarga. “Wayang ini sekarang dirawat dan dijaga generasi ke tujuh, Mbah Saniyem itu,” jelas Danis.

Wayang ini, sambung dia, sebenarnya bukan satu-satunya yang ada di Indonesia. Ada wayang serupa yang ada di Kediri. Namun jumlahnya tidak selengkap di Dusun Wiloso, yang jumlahnya mencapai 52 wayang.

“Masih lengkap punya kami. Wayang ini kan sebagai sarana dakwah juga,” tegasnya.