Wakil Rektor UB Dipetisi, Begini Tanggapannya…

Petisi Online (anja)
Petisi Online (anja)

MALANGVOICE – Beberapa waktu lalu, viral di media sosial petisi yang dipublikasikan melalui website Change.org dan ditulis atas nama Agustanto Suprayoghi, alumni Universitas Brawijaya.

Petisi yang kini sudah ditandatangani 1700 lebih orang itu menuntut agar Universitas Brawijaya mengganti Wakil Rektor III, Arief Prayitno, karena dinilai tidak mampu berlaku arif dan memfasilitasi aktifitas mahasiswa di kampus.

Setelah beberapa kali MVoice mencoba menemui yang bersangkutan, akhirnya WR III memberikan tanggapan tertulisnya soal petisi online tersebut.

Dalam keterangan tertulisnya, Arief menyatakan bahwa tidak benar apabila setiap kebijakannya dimaksutkan untuk memecah belah civitas akademika terlebih dengan para alumni yang telah andil dalam setiap kegiatan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) di UB.

Dia menambahkan, perlu dipahami bahwa setiap pengajuan bantuan kegiatan di UB harus disertai proposal kegiatan yang mengikuti prosedur dan mekanisma yang ada. Prosedur tersebut semata-nata untuk ketertiban administrasi pelaporan anggaran negara.

Selanjutnya, jajaran kemahasiswaan akan senantiasa melakukan perbaikan terhadap UKM dan siap menerima segala masukan. Adanya dinamika yang berkembang selama ini menjadi pelajaran bersama semua pihak untuk prestasi kemahasiswaan UB yang lebih baik.

Untuk diketahui, tercantum isi petisi itu mengatakan, Wakil Rektor III Universitas Brawijaya malah kerap kali melakukan tindakan-tindakan yang arogan, dan menunjukkan taringnya kepada mahasiswa-mahasiswa yang kritis yang menurutnya ‘membahayakan’ kampus.

WR III UB kerap mengancam UKM-UKM UB mulai dari pembekuan hingga pembubaran dari WR III UB secara sepihak tanpa melalui mekanisme evaluasi dan hanya berdasarkan klaim kuasa WR III UB sebagai payung kemahasiswaan rektorat. UKM-UKM UB yang mendapatkan ancaman pembubaran silih-berganti, begitu salah satu UKM selesai dengan ancaman, muncul ancaman secara lisan pada UKM lain untuk dibekukan dan dibubarkan.

Dalam melakukan diskusi dengan para aktifis mahasiswa, WR III berlaku otoratif, kasar dan terkadang sangat emosional dalam melontarkan kalimat-kalimat. WR III bahkan tidak segan menggebrak meja dan berteriak-teriak sembari mengancam untuk memanggil orang tua mahasiswa jika mahasiswa yang bersangkutan ‘tidak dapat dikendalikan’.

Terakhir, WR III kerap mengatasnamakan rektor UB dalam melegalisasi kebijakan yang dia ambil, benar tidaknya rektor UB menyetujui, tidak pernah bisa ditunjukkan dalam bentuk otentik