Tiga Mega Proyek Pemkot Terancam Dicoret di PAK

Jeking Tidar salah Satu Mega Proyek

MALANGVOICE – Tiga mega proyek Pemerintah Kota Malang, masing-masing pembangunan Jembatan Kedung Kandang, Islamic Centre dan Gorong-gorong Jalan Tidar – Kalimetro, berpeluang gagal direalisasi tahun ini, bahkan dicoret dari APBD di Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun ini.

Penyebabnya, hingga saat ini tidak ada pergerakan sama sekali dari Dinas Pekerjaan Umum (PU), baik dalam tender maupun hal lainnya.

Sekertaris Fraksi Golkar DPRD Kota Malang, Bambang Sumarto, menegaskan, pihaknya masih menunggu proses hingga Juli mendatang. Jika tidak ada pergerakan sama sekali, maka anggaran senilai Rp 76 miliar untuk tiga mega proyek dengan sistem multi years itu bakal digeser.

“Kita lihat dulu, apakah sampai Juli ada pergerakan atau tidak, kalau tidak ada, bisa saja kita geser anggarannya,” kata Bambang yang juga Ketua Komisi C itu, beberapa menit lalu.

Ia menuturkan, jika proyek itu dipaksakan digarap tahun ini dengan rentang waktu setelah Juli, Pemkot Malang akan bekerjaran dengan waktu, meski proyek itu multi years, pasalnya anggaran harus bisa dimaksimalkan, sehingga Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) tahun ini tidak terlalu besar.

“Bisa saja itu digeser untuk keperluan lain yang lebih mendesak, seperti pendidikan dan sebagainya,” tukasnya.

Selain itu, untuk pembangunan Jembatan Kedung Kandang dan gorong-gorong sistem jeking, juga belum ada kejelasan, karena tersandung masalah hukum.

“Kami juga belum mendapat jawaban dari Pemkot soal kasus hukum dua proyek itu, sedangkan Islamic Centre masih harus ada pembahasan ulang soal lokasi,” bebernya.

Sementara anggota Fraksi Partai Hanura, Afdhal Fauza, menilai, proyek jembatan dan jeking tidak mungkin dikerjakan tahun ini, karena masalah hukum yang melingkupinya.

“Disamping itu, apakah cukup waktunya? Kalau Islamic Centre saya kira bisa dikerjakan, meski kecil sekali peluangnya,” katanya.

Sedang Wakil Ketua Fraksi PAN, Subur Triono, menegaskan, tiga proyek itu terancam batal tahun ini, karena terlalu banyak persoalan.

“Kami akan evaluasi, kalau memang tidak bisa, sebaiknya digeser daripada jadi Silpa,” kata Subur Triono.