Setahun, Empat Napi Tewas di Lapas Lowokwaru, Siapa Saja?

Kilas Balik 2016 di Malang Raya

Lapas Kelas 1 Lowokwawu Malang. (deny)
Lapas Kelas 1 Lowokwawu Malang. (deny)

MALANGVOICE – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Lowokwawu, selama kurun waktu satu tahun mendapati empat narapidana yang tewas dalam penjara.

Terakhir, dikejutkan dengan tewasnya Imam Slamet bin Pramu, Rabu (21/12) lalu. Terpidana kasua uang palsu tangkapan Polres Malang itu ditemukan tergantung di kain sarung yang diikatkan di kayu atas panggung hiburan sebelah lapangan.

Saat ditemukan dan diperiksa petugas, warga Kedung Kandang itu sudah tewas dengan lidah menjulur dan keluar cairan dari kemaluannya, sebagai tanda murni gantung diri.

Kalapas Lowokwawu, Krismono, tak mengerti mengapa Slamet nekat mengakhiri hidupnya seperti itu. Padahal, sebelumnya ia tak menunjukkan gelagat aneh. “Ya dugaannya selalu masalah pribadi atau keluarga,” katanya.

Sebelumnya satu napi lagi, bernama Dhimas Putra Fajar (32), warga Wonokromo, Surabaya gang 7, meninggal dengan cara yang sama, gantung diri, pada 12 Mei.

Tubuh napi kasus pencurian itu ditemukan menggantung dengan kain kaos yang ia ikatkan di teralis jendela tahanan setinggi dua meter.

Penghuni kamar tahanan di sel khusus karena mengidap HIV Aids itu sempat ditolong, namun akhirnya dinyatakan meninggal di RS Saiful Anwar, pukul 05.00 WIB.

“Dulu ia pengguna narkoba parah, dugaan sementara karena putus asa,” jelas Krismono.

Selain itu, satu lagi kasus kematian narapidana di dalam lapas yang membuat heboh, yakni terkena bakteri Leptospira, pada Juli silam.

Wabah yang ditularkan dari air kencing tikus itu menyerang sedikitnya 240 napi. Akan tetapi, dua orang dinyatakan meninggal karenanya, yakni Fahrid Fajari (19) asal Dusun Wonoayu, Kabupaten Malang dan M Robi (38) asal Sukun, Kota Malang.

Fahrid meninggal lebih dulu pada 19 Juni disusul Robi satu bulan kemudian. Keduanya sempat dirawat intensif di RS Saiful Anwar bahkan sampai dioperasi. Namun sayang, takdir berkata lain.

Pihak Lapas Lowokwaru mengonfirmasi awalnya mengira para napi terkena demam berdarah, namun setelah dilakukan pengecekan lewat laboratorium, baru diketahui bahwa itu disebabkan air kencing tikus di beberapa sumber air sehingga terkena Leptospira.

Kebanyakan para napi memang meminum air mentah langsung dari keran. Sehingga, menjadi wajar apabil banyak yang terkena wabah itu.

Dokter Lapas Lowokwaru, Adib Solahudin, menyatakan, bakteri itu memang berbahaya, apalagi penderita sedang tidak dalam kondisi fit atau sakit.

“Jadi memang perlu diambil sampel darah untuk mengecek penyakitnya,” katanya, Senin 18 Juli.

Sejak saat itu, pihak lapas langsung menyatakan kasus Leptospirosis sebagai kejadian luar biasa dan memerangi tikus dengan menaruh jebakan di tiap titik. Hasilnya terbukti baik dan bisa menekan peredaran hewan pengerat itu.

Selanjutnya, pada 2017 mendatang. Kata Krismono akan menggalakkan bimbingan psikologi pada para napi agar tidak terlalu tertekan dan melakukan tindakan bunuh diri. Terlebih, warga binaan pemasyarkatan sudah melebihi kapasitas hingga 50 persen.

“Memang diakui banyak yang stres karena itu kami perlu terus adakan pendekatan,” tandasnya.