Pindah Alih SMA/SMK ke Pemprov, Honor GTT Kota Terancam Berkurang

Ridwan Hisyam, Anggota DPR RI Komisi X

MALANGVOICE – Rencana pemerintah terkait pemindahalihan SMA/SMK ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) ternyata tidak hanya berdampak pada pengurangan aset Pemerintah Kota (Pemkot), tapi juga pada nasib Guru Tidak Tetap (GTT) di Kota Malang.

Rencananya akan ada pemerataan insentif maupun honor. Artinya, nominal honor dan insentif bisa berkurang atau bertambah dari jumlah awal, tergantung kebijakan sebelumnya di daerah masing-masing.

Hal itu dijelaskan Ir H Ridwan Hisyam, anggota Komisi X DPR RI, di Malang, hari ini. Berdasar Undang-Undang (UU) No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah pengganti UU No 32/2004, pemerintah kabupaten/kota hanya menangani Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sementara SMA dan SMK dikelola Pemprov, termasuk GTT yang selama ini honornya dibebankan pada APBD Pemkot, nantinya otomatis menjadi tanggung jawab Pemprov.

“Tentu saja untuk honor akan menjadi tanggung jawab Pemprov. Hanya saja, otomotis honor GTT di kota berkurang, dan mungkin juga akan ada kenaikan honor di wilayah terpencil. Tapi yang jelas honor GTT akan sama untuk seluruh wilayah di Provinsi tersebut,” terang Ridwan saat ditemui MVoice di Dinas Pendidikan Kota Malang.

Misalnya, honor GTT di Kota Malang sebesar Rp 600 ribu dan di Pacitan sebesar Rp 300 ribu, tapi karena kebijakan Pemprov, honor GTT hanya sebesar Rp 400.000, maka honor seluruh GTT baik itu di wilayah kota maupun di wilayah terpencil honornya sama Rp 400 ribu.

“Itu termasuk pemerataan, sehingga tidak ada lagi perbedaan antara GTT yang berada di kota maupun yang di pelosok,” katanya lagi.

Terpisah, Khoironi, GTT salah satu SMA Negeri di Kota Malang, mengaku merasa keberatan jika honor berkurang dengan alasan pemerataan. Menurutnya, tingkat kebutuhan masing-masing daerah berbeda, apalagi di kota yang notabene harga kebutuhan pangan lebih mahal dibanding dengan wilayah terpencil.

“Menurut saya gak adil. Karena kebutuhan hidup di kota sama di desa itu beda. Kalo disamakan ya kasian yang di kota. Ya kalo di desa dengan uang segitu cukup, kalau di kota belum tentu,” ungkapnya saat ditemui MVoice di Kantor Dindik.