Oh… Ternyata Ini Penyebab Harga Cabai Mahal

Tinjauan cabai di Ngantru, Ngantang, Kabupaten Malang (Tika)
Tinjauan cabai di Ngantru, Ngantang, Kabupaten Malang (Tika)

MALANGVOICE – Harga cabai di pasaran hingga saat ini masih lebih dari Rp 100 ribu.

Salah satu petani cabai di Desa Ngantru, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Muhammad Yusuf menjelaskan, harga cabai di tingkat petani saat ini mencapai Rp 95 ribu per kilogram.

Harga mahal ini, menurut dia akibat banyak permintaan namun stok cabai menipis.

“Cuaca kurang bagus sehingga hasil produksi cabai juga menurun,” kata disela kunjungan rombongan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Senin (30/1).

Menipisnya stok cabai ini, lanjut dia, juga karena dampak panen raya bulan September hingga November lalu.

Menurut dia, harga cabai saat panen hanya Rp 5 ribu. Sementara, biaya untuk petik cabai per kilogramnya sekitar Rp 3 ribu.

“Tidak untung malah merugi, karena biaya petik cabai juga mahal. Belum lagi perawatan,” kata dia.

Akibatnya, lanjut laki-laki yang juga Ketua Asosiasi Agribis Cabai Indonesia (AACI) Kabupaten Malang, para petani akhirnya membiarkan ribuan hektar lahan cabai mereka mangkrak, tidak dipanen.

Bahkan, tidak sedikit yang mencabuti cabai mereka karena harga yang murah saat musim panen.

“Dampaknya ya begini, harga melambung,” kata dia.

Sementara itu, Ketua KPPU, Syarkawi Ra’uf menjelaskan dari hasil kunjungannya ke sentra pertanian cabai di Kabupaten Malang, alur distribusi cabai dari petani ke konsumen cukup panjang.

Sebelum sampai ke tangan konsumen, lanjut dia, harus melewati pengepul, baru dilanjutkan ke bandar lokal kemudian ke bandar besar di pasar induk.

Kemudian, lanjut dia, baru disalurkan ke agen baru ke pasar dan sampai di tangan konsumen.

“Makanya, harga di pasar satu kilogramnya mencapai sampai Rp 120 ribu,” beber dia.

Kondisi ini semakin diperberat dengan mahalnya biaya perawatan ketika musim hujan seperti saat ini.

Petani harus lebih sering menyemprotkan obat agar lebih tahan cuaca.

Seminggu, petani butuh menyemprot hingga dua kali. Padahal, satu kali semprot dibutuhkan dana Rp 3 juta per hektar.

“Pola distribusi ini yang harus diubah, agar harga lebih stabil,” tandas dia.