Memprihatinkan, Begini Protret Riset Nasional di Indonesia Menurut Kemenristek

Mahasiswa lulusan terbaik harusnya bisa menjadi peneliti (anja)

MALANGVOICE – Potret riset nasional masih memprihatinkan. Bagaimana tidak, anggaran belanja negara untuk riset dan pengembangan riset (Research and Development atau RnD) tertinggal jauh dibelakang Amerika, Korea Selatan, Cina dan Jepang.

Hal itu disampaikan Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristek Dikti, Muhammad Dimyati kepada MVoice hari ini.

“Dulu anggaran belanja tertinggi RnD didoniminasi oleh Amerika, kemudian Jepang dan Eropa. Tetapi kini, sejak tahun 2012 keatas, didominasi Amerika, Cina, Jepang dan Korsel. Negara yang maju adalah negara yang punya inovasi teknologi,” katanya.

Dijelaskan, negara-negara maju kebanyakan menggunakan 2.4 persen lebih anggaran negara untuk urusan RnD. Di indonesia, anggaran hanya terpakai 0.09 persen saja. Terdata, sejak 2015 ada peningkatan, menjadi 0.2 persen saja. Itulah kenapa perkembangan RnD Indonesia sangat lambat.

“Padahal RnD mendorong terciptanya inovasi baru. Dengan inovasi, sumber daya alam mempunyai nilai tambah saat diekspor. Bukan bahan-bahan baku atau mentahan saja. Negara maju sudah seperti itu,” tandasnya.

Masalahnya pelaku RnD kurang bekerja sama dengan pelaku industri sehingga terkesan berjalan sendiri-sendiri tidak ada relevansi dengan kebutuhan Nasional. Alhasil output riset tidak terlalu bersumbangsih ke lingkup industri.

Selain itu, kebanyakan peneliti tersandung urusan administratif pengajuan anggaran penelitian, sumber daya penelitian, manajemen penelitian, luaran penelitian, dan revenue generatif.

Yang lebih mengherankan lagi, Indonesia memiliki lebih dari 3000 perguruan tinggi, namun hanya tercatat 6 jutaan mahasiswa. Padahal di negara maju jumlah mahasiswa mencapai puluhan juta dengan jumlah perguruan tinggi yang kurang lebih sama.

Sialnya lagi, lulusan terbaik dari perguruan tinggi di Indonesia cenderung mencari jalan pintas untuk kaya, memilih tidak menjadi peneliti.

“Job jadi selebriti lebih digemari daripada peneliti. Posisi peneliti terpinggirkan. Ada gap yang luar biasa. Bayangkan saja apa yang terjadi 5-10 tahun lagi,” tukasnya.

Untuk itu, Kemenristek tahun ini akan mereformasi segala kebijakan terkait RnD untuk memudahkan peneliti mengekspresikan idenya.

“Kita sudah siapkan banyak kebijakan. Tujuannya supaya peneliti tidak ribet ngurusi anggaran dan syarat-syarat administratif lagi. Pesen saya, jangan sampai mahasiswa terbaik menyerah tidak ingin menjadi peneliti. Ini tugas semua perguruan tinggi untuk mengawasi dan mendorong terus mahasiswa itu,” tutupnya.