MCW: Tiga Item di Perbup Nomor 35 Tahun 2017 Terkesan Dipaksakan

Koordinator Badan Pekerja MCW, Fahrudin (Kanan).(miski)
Koordinator Badan Pekerja MCW, Fahrudin (Kanan).(miski)

MALANGVOICE – Malang Corruption Watch (MCW) mempertanyakan program pengadaan video conference di setiap desa di Kabupaten Malang. Badan Koordinator Pekerja MCW, Fahrudin, menilai pengadaan video conference terkesan dipaksakan.

Menurut dia, ada indikasi Bupati Malang tidak mengajak musyawarah kepala desa terlebih dahulu. Selain itu, apakah program tersebut dikeluarkan sesuai kebutuhan di masyarakat.

“Kami mendesak Bupati Malang supaya merubah Perbup nomor 35 tahun 2017. Setidaknya kembali ke Perbup lama, karena di Perbup sebelumnya tidak ada aturan seperti ini. Pertanyaannya apakah program itu prioritas dan dibutuhkan masyarakat,” kata dia, Senin (13/3).

Baca juga: Bupati Malang Wajibkan Desa se Kabupaten Malang Berlangganan Koran
Baca Juga: Anggota Dewan Sebut SKPD Terkait Main Mata dengan Provider

Dalam Perbup nomor 35 tahun 2017, ada tiga poin yang disampaikan ke setiap desa. Pertama, pemasangan video conference dengan PC Windows 7, Processor I3, RAM 2 GB, End Point Accessories: Soud, Mikrophone, Camera USB dengan nominal Rp30 juta. Kedua, pemasangan internet minimal upload 50 Kbps; minimal download 100 Kbps seharga Rp15 juta.

Ketiga, berlangganan media baca minimal 2 media dengan anggaran Rp3,5 juta. Dan bantuan Operasional Pokja profil desa sebesar Rp5 juta.

Padahal, lanjut dia, harga di pasaran dengan spesifikasi tersebut tidak sampai sebesar itu. Parahnya, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa mengeluarkan Surat Edaran yang terkesan menyuruh desa melakukan program yang berpotensi korupsi.

“Kami menilai program tersebut belum prioritas dan terlalu dibutuhkan di masyarakat. Sebaiknya anggaran digunakan pemberdayaan masyarakat,” jelasnya.

Ditambahkan, beberapa kali turun ke desa, pihaknya banyak menemukan ADD lebih banyak disalurkan untuk pembangunan fisik. Sedangkan pemberdayaan masyarakat masih minim, seperti sektor kesehatan, pendidikan, dll.

“Lebih baik bagaimana desa melibatkan masyarakat dalam penyusunan kebijakan. Tujuannya supaya anggaran terdistribusikan secara bik,” pungkasnya.