KSE Ajak Mahasiswa Giat Berdiskusi

Suasana Diskusi

MALANGVOICE – Apa itu KSE? KSE merpakan singkatan dari Kelompok Studi Epistemik, yang fokus pada kegiatan diskusi atau bedah buku. Kelompok ini didirikan 15 Oktober 2015 dibidani mahasiswa di Malang yang melakukan studi literasi.

Salah satu pendiri KSE, Ahmad Dafiq menjelaskan, kata ‘Epistemik’ diambil dari etimologi bahasa Yunani ‘Epistemikos’ yang berarti ilmu pengetahuan.

Ia melihat minat mahasiswa di Malang cukup potensial dalam berdiskusi. Namun, katanya, belum banyak tersalurkan. ”Alhasil, kelompok ini bisa memantik dan mewadahi mahasiswa agar lebih giat lagi untuk berdiskusi,” tutur Ahmad Dafiq.

Pengurus KSE (dari kiri) Ahmad dan Findi
Pengurus KSE (dari kiri) Ahmad dan Findi

Pengurus inti yang aktif adalah mahasiswa, dosen dan alumni FISIP Universitas Negeri Malang (UM) maupun Universitas Brawijaya (UB). Di antaranya Abd Khodir (dosen UM), Vindi Kurniawan (asisten dosen FISIP Sosiologi), Hafid Fasoli (mahasiswa jurusan Pemerintahan), Mahali (Sosiolog), M Lutfi Hakim (jurusan pemerintahan) dan Ahmad Dafiq (Jurusan Ilmu Politik).

KSE dalam prosesnya menggandeng BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) FISIP UM, BEM FISIP UB. Nantinya, KSE juga akan bekerja sama dengan komunitas lain di Malang dan BEM FISIP dari perguruan tinggi lainnya.

Untuk anggota, ia katakan, semua kalangan bisa masuk. Siapa pun yang tertarik dengan kegiatan diskusi dan minat untuk menambah ilmu pengetahuan bisa ikut. Jadwal diskusi selalu diedarkan via sosial media.
Meski pun tergolong baru, KSE aktif menggelar diskusi. Salah satunya diskusi ‘The art of not being governed’ dengan pemateri Khotib Abdul Khodir, dosen Antropologi Universitas Brawijaya (UB).

Diskusi bisa dilakukan di cafe atau di kampus
Diskusi bisa dilakukan di cafe atau di kampus

Lalu diskusi ‘Syiah Hitam vs Syiah Putih’, sebuah refleksi pemikiran Ali Syariati dengan pemateri Haris El-Mahdi, sosiolog. Serta diskusi lain dengan topik beragam.

Ahmad memberi pesan kepada mahasiswa di Malang agar tidak menjadi mahasiswa yang setelah lulus jadi sarjana saja. “Alangkah sia-sianya jika mahasiswa lulus hanya dengan embel-embel sarjana tanpa ilmu pengetahuan yang melekat ditubuhnya,” ujarnya.-