Jika Alih Fungsi Lahan Alami Berlanjut, Bencana Hantui Kota Malang

Penyusutan Drastis Luas Lahan Alami

Kepala Barenlitbang Kota Malang, Wasto. (Muhammad Choirul)
Kepala Barenlitbang Kota Malang, Wasto. (Muhammad Choirul)

MALANGVOICE – Hasil penelitian berjudul ‘Aplikasi Ilmu Geoinformatika: Memonitor Transformasi Wajah Kota Malang dalam Periode 20 Tahun dari Satelit Observasi Bumi’ cukup mencengangkan. Salah seorang peneliti, Fatwa Ramdani, mengatakan, pola perubahan alih fungsi lahan terjadi di seluruh wilayah kota.

Pebelitian yang digarap Research Group Geoinformatics, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya (UB) Malang ini menunjukkan, perubahan terjadi mulai dari profil kawasan ketinggian rendah hingga tinggi.

Baca juga: 20 Tahun Terakhir, Luas Lahan Alami di Kota Malang Menyusut!

Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius, terutama proses perubahan fungsi pada semua sub-DAS. Dia menyebut, pola ini meliputi DAS di wilayah barat laut hingga selatan Kota Malang. Selain itu, wilayah sempadan sungai dan dataran banjir (flood plain) pada DAS juga mengalami alih fungsi serius.

Perubahan itu, dari vegetasi sungai menjadi struktur buatan manusia. “Jika ini terus dibiarkan, sama saja mengundang bencana. Akibatnya akan dirasakan banyak pihak,” sesalnya.

Dia berharap Pemkot segera merespon hal ini, sebalum menunggu datangnya bencana. Dihubungi terpisah, Kepala Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan (Barenlitbang), Wasto, menepis anggapan Pemkot tidak melakukan langkah antisipatif.

“Pemkot sudah berusaha melestarikan keberadaan lahan terbuka dan alami,” tegas mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan itu.

Salah satunya upaya, lanjut Wasto, tercermin dalam penetapan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Menurut Wasto, Perda itu membuat pembangunan tertata dan terarah.

Dikatakannya, berdasarkan Perda No 5 tahun 2012 Provinsi Jawa Timur tentang RTRW Provinsi Jawa Timur tahun 2011-2031, Kota Malang tidak termasuk wilayah yang wajib memiliki Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kendati demikian, Pemkot memiliki kebijakan tersendiri, yakni tetap menyediakan LP2B.

“Dua daerah yakni Kota Malang dan Surabaya tidak punya kewajiban memiliki LP2B. Tapi kami memiliki kebijakan sendiri,” tandasnya.

Ucapan Wasto bukan isapan jempol. Saat ini Kota Malang memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Malang 2010-2030. Dalam regulasi itu, tertuang wilayah tertentu yang tidak boleh mengalami alih fungsi lahan.

“Termasuk ada LP2B yang ditetapkan tidak boleh beralih fungsi,” tutupnya.