Jam Tua; Puisi – puisi Julaiha S

Ilustrasi. (Anja Arowana)

Ode Suara dari Telepon

Dia berteriak memecahkan dinding telinga
isi teriakan rindu
sebagaimana pelabuhan yang turut kedinginan
tanpa para kapal berlabuh di sana
suara-suara itu mirip panggilan kematian
perlahan membeku

Barangkali dia ingin bercerita panjang
persoalan lintas jejak dan pahatan masa sulit
mengelupasi kulit dadamu
di sana kehidupan tumbuh dan malam menjadi
waktu paling sibuk untuk bekerja

Kita terus saja menganti kata
berbalas pesan dari degung suara
tak banyak tanda terucap
namun ritual selalu diselesaikan
dengan baik, ketika lampu matamu
mendadak padam

Kompensasi, 2017

 

Ode Suara Tengah Malam

Aku paham bagaimana kita mengemas malam
dengan tanda-tanda yang pakem di tubuh
tulisan tulisan angin seperti burung membawa kabar
dan pesannya memaksa kita membongkar isi bajumu

Setiap kali kami menyelesaikan kegelisahan
maka muncul kegelisahan baru yang lebih tajam
ketakutan mencacah simpul waktu
datang satu persatu membawa
rasa hangat dan kumpulan bara

Bagaimana bekas bibirmu begitu
lembut menggulumi dada
di sana tumbuh pertanyaan berapi
kenangan berlalu menjadi abu.
sesungguhnya kisah tidak sebenar tahu
asal mula pertemuan

Kota sunyi cinta dikuasai angin
kau telah selesai memenangkan hasrat.

Kompensasi, 2017

 

Ode Gelisah

Setelah sepi merajai luka-luka di tubuh
aku semakin perih pada pengkhianatan
orang-orang berkumpul dan berdansa
di bawah sinar rembulan
mengatakan diri sebagai perjaka terbaik.
tangisan malam tingkap dalam bait-bait puisi
sungai mataku mengering
setelahnya aku terdampar dalam lautan tak bernama.

Seperti biasa, mereka selalu bermain petak umpat
ada siasat yang dikemas baik
menyumpal perempuan lainnya
atau barangkali perempuan-perempuan itu
mengambil kesempatan untuk menanak kecantikan
dan menelajangi diri

Sebagaimana kesakitan ini mengeraki dadaku
angin tak pernah singgah
kabar silih berganti menjamah
tubuh terbakar sepi tanpa arah

di ruang gelisah, jangan limpahi aku
dengan pertanyaan-pertanyaan
atas nama restu

Kompensasi, 2017

 

Dari Balik Jendela, Angin Memelukku

Dari balik jendela, angin lebih leluasa
menyeka serat kepalamu
dedaun merapikan diri.
Lampu kamar meredup
menyimak gejolak rindu
yang fakir digugur waktu.

Dari balik jendela, angin menerima pagi
kata-kata keluar dari matamu
memenuhi jalanan kota
seisi hati diterka-terka waktu
perjalanan mengutuk cerita
berlimpah gelisah dari dadamu
puisi tumbuh di kertas tak bernoda.

Dua simpul senyum bertautan
ricik ingatan lebih rutin mencipta puisi
kesedihan tak mampu ditakar waktu.

Kompensasi, 2017

 

Terbakar Sunyi

Esok, aku tiba di stasiun
menyambut tubuhmu, penuh ingatan
catatan-catatan waktu tumpah
melumuri tubuhku.

Ketika malam padat gulita
seluruh langit terbakar sunyi
rembulan mencair dari kamar

Mimpi tumbuh dari akar malam
rindu masih hujan di stasiun.

Kita pulang, ceritakan padaku
bagaimana sunyi membakar dirimu

Kompensasi, 2017

 

Jam Tua

Aku tergesa, mencari jelmaan puisi
kata-kata menyusuri belantara makna
menggulung denyut dada.
angka di jam tua perlahan
memutar, ingatan lupa waktu

Detik-detik mendarat di badan malam
mengemas rasa dingin.
bayangan berpindah pindah
mengerumuni kegelisahan yang matang

Kompensasi, 2017

 

*Julaiha S, perempuan kelahiran Medan, 11 Juni 1993. Sejumlah tulisan telah dimuat di media cetak dan online yakni; Harian Waspada, Medan Bisnis, Analisa, Mimbar Umum, Sumut Pos, Serambi Indonesia, Riau Hari Ini, Lampung Post, Sinar Harapan, Banjarmasin Post, Jurnal Masterpoem Indonesia, Media Indonesia, Indopost, Suara NTB, Riau Pos, Pikiran Rakyat, LINIKINI.ID, Harian Rakyat Sumbar dan beberapa antologi puisi. Alumni Program Penulisan Mastera: Puisi 2017. Saat ini, ia tercatat sebagai alumni Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Medan. Ia telah melahirkan buku puisi tunggalnya berjudul Mula-Mula Kita Pergi Selanjutnya Tersesat. (Obelia Publisher, 2016)