Impor Gula, APTRI Sebut Pemerintah Sama Halnya Bunuh Petani Tebu

Petani Tebu Tolak Gula Rafinasi

Ketua DPD APTRI, Dwi Irianto. (Miski)

MALANGVOICE – Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendesak Presiden RI, Joko Widodo, agar menghentikan impor gula. Kebijakan tersebut sama halnya membunuh petani tebu di Indonesia.

Ketua DPD APTRI, Dwi Irianto, mengatakan, pasar di Indonesia dibanjiri gula impor. Sehingga gula lokal dari petani tidak laku dan kalah bersaing. Harga gula impor lebih murah dibanding gula petani.

Padahal, biaya produksi petani mencapai Rp 10.700 per kg. Sedangkan harga jual dipasaran di angka Rp 9.700 per kg.

“Kami merasa terzalimi. Petani tebu menjerit dengan kondisi yang tidak jelas ini. Ditambah kebijakan pemerintah yang tak memihak petani,” katanya, saat aksi di depan PG Kebon Agung.

Tahun 2016, pemerintah mengimpor 1,6 juta ton gula. Padahal, kebutuhan dalam negeri hanya di angka 2,7 juta ton. Sementara, produksi gula petani dikisaran 2,4 juta sampai 2,5 juta ton.

Aksi 200 truk tebu di depan PG Kebon Agung Kabupaten Malang. (Miski)

Bahkan, Kementerian Keuangan mengeluarkan surat berbunyi bahwa gula tidak masuk dalam kebutuhan pokok. Pihaknya pun berusaha agar gula masuk kebutuhan pokok.

Pihaknya meminta pemerintah pusat agar melakukan moratorium impor gula, supaya gula petani dapat terserap secara maksimal.

Selain itu, Harga Eceran Tertinggi yang semula dipatok Rp 12.500 per kg juga patut ditinjau ulang. Pihaknya meminta setidaknya HET di angka Rp 14 ribu per kg.

Dikatakan Dwi, rencana pembelian petani gula Bulog pun juga patut dipertanyakan. Pasalnya, harga Rp 9.700 per kg yang muncul tidak berdasar. “Biaya produksi petani di atas Rp 10 ribu. Kalau dibeli Bulog Rp 9.700, petani masih rugi,” paparnya.(Der/Yei)