Enam Tahun Beruntun, Kota Batu Tak Penuhi Target Retribusi Parkir

Menyorot Layanan Parkir Malang Raya

Sepeda motor pengunjung Alun-alun di parkir di sebelah Barat Alun-alun Batu. Titik parkir tersebut cukup potensial dibanding tempat lainnya.(miski)
Sepeda motor pengunjung Alun-alun di parkir di sebelah Barat Alun-alun Batu. Titik parkir tersebut cukup potensial dibanding tempat lainnya.(miski)

MALANGVOICE – Pemerintah Kota Batu belum juga berhasil memenuhi target retribusi parkir guna mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD). Padahal, potensi parkir cukup menjanjikan seiring tingginya kunjungan wisatawan.

Dalam kurun enam tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2011 sampai 2016, belum pernah retribusi parkir mencapai target. Tahun 2011 ditarget Rp 550 juta, tercapai Rp 405.812.000 (73.78 persen). Sedangkan tahun 2015, dari target Rp 669 juta, tercapai Rp 349.763.000 (52.28 persen).

Sementara, 2016 yang ditarget Rp 996 juta mentok di angka Rp 365.140.000 (36.66 persen). Anehnya, kendati belum pernah tercapai, pemerintah terus menaikkan target pemasukan tiap tahun, kecuali 2012 dan 2013, besaran retribusi ditarget Rp 470 juta.

Data Dinas Perhubungan, saat ini ada 114 titik parkir dengan Juru Parkir (Jukir) 235 orang, tersebar di sejumlah jalan di Kota Batu. Titik paling potensial di sekitar Alun-alun Batu.

“Perlu kajian ulang, baik jumlah titik parkir dan potensi di masing-masing titik. Selama ini belum pernah ada kajiannya,” kata Kepala Seksi Parkir Dishub, Bambang Priambodo, ketika berbincang dengan MVoice.

Sesuai Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 10 Tahun 2010 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di tepi jalan umum, tarif parkir untuk kendaraan bermotor roda 2 dan roda 3 Rp 1.000 sekali parkir. Sedangkan taksi, mobil pribadi dan pick up dikenakan Rp 2.000. Sementara itu, bus mini, truck, mobil barang Rp 5.000, dan bus Rp 10.000 sekali parkir.

Di tempat insidentil, kendaraan bermotor roda 2 dan roda 3 Rp 2.000 sekali parkir. Untuk taksi, mobil pribadi dan pick up dikenakan Rp 3.000. Sementara itu, bus mini, truck, mobil barang Rp 10.000, dan bus Rp 15.000 sekali parkir.

Namun, lanjut Bambang, praktik di lapangan tidak sesuai peraturan. Ia menyontohkan, tarif setiap sepeda motor di Alun-alun sebesar Rp 2.000. Hal tersebut jelas-jelas melanggar Perda, yakni Rp 1.000 untuk roda 2.

Wacana menaikkan tarif parkir dinilai tepat daripada menerapkan e-parking yang membutuhkan biaya cukup besar. Namun hal ini kembali lagi terhadap kebijakan daerah.

“Alasan Jukir menarik Rp 2.000, yakni Rp1.000 biaya parkir, Rp 1.000 lain untuk penitipan helm. Kami sudah menegur berulang kali, tapi tetap tak diindahkan,” ungkapnya.

Pihaknya mengimbau masyarakat supaya membiasakan meminta karcis resmi. Karcis kuning untuk sepeda motor dan karcis warna hijau khusus mobil. Apabila diberikan tanda bukti lain, ia menyarankan supaya ditolak.Kondisi tersebut masih ditemukan di lapangan.

Meski setiap hari mengambil karcis di Kantor Dishub, tetapi bukan karcis asli yang diberikan. Para Jukir, tambah dia, membuat tanda bukti khusus yang dinilai lebih aman dan tahan lama.

“Dengan perubahan peraturan kami harapkan dapat lebih maksimal. Selama ini kami tidak bisa berbuat banyak, paling sebatas mengambil KTA, untuk penindakan lain belum ada payung hukumnya,” jelas Bambang.

Dishub belum pernah melakukan penataan titik parkir, seperti marka atau batas parkir, belum adanya ketentuan bagi hasil dengan Jukir, dan belum dilakukan MoU dengan kepolisian untuk penindakan.

Salah satu Jukir di Alun-alun, Octa, mengaku, sudah menaati aturan yang ada. Pihaknya memiliki tanggungan setoran sebesar Rp 80 ribu tiap hari atau dalam satu minggu sebesar Rp 560 ribu.

Ditanya soal karcis dari Dishub, Octa berdalih karcis resmi itu sudah diberikan. Namun, saat karcis habis, sebagai gantinya menggunakan tanda bukti buatan sendiri.

Octa enggan menyebut berapa kendaraan yang terparkir dan penghasilan setiap harinya. Hanya saja, ia mengaku mulai memberlakukan biaya parkir dari pukul 09.00-17.00 dan 17.00-00.00.

“Kami biasanya tarik Rp 2.000 untuk roda 2. Pemilik kendaraan sudah paham dan jarang ada komplain. Kebijakan ini sudah disepakati bersama antara Jukir dan pemerintah,” ungkapnya.

Jukir lain, Didik Riyanto, mengaku tarif parkir tersebut terbilang murah. Selama ini, kendaraan yang di parkir di tempatnya tidak pernah ada yang hilang atau dijamin aman. Kalau pun hilang, pihaknya hanya bisa mengganti separuh dari harga kendaraan.

Didik menolak apabila tarif parkir dinaikkan. Menurutnya, lebih baik parkir di tempat wisata dan lainnya yang dinaikkan. Kenaikan tarif akan berdampak pada setoran, padahal setiap hari jumlah kendaraan pasang surut.

“Pasti Jukir menolak, apalagi saya. Dengan wacana e-parking, kalau betul terealisasi, mau kerja apa kami. Padahal, kami tergantung dari penghasilan jaga parkir,” bebernya.

Anggota DPRD, Ludi Tanarto, menyebut, target yang dipatok semestinya tercapai. Target dibuat sudah tentu mengacu pada potensi dan kondisi Kota Batu saat ini.

Pihaknya, tambah dia, belum pernah mendapat penjelasan memuaskan dari Dinas Perhubungan terkait belum terpenuhinya target retribusi parkir.

“Jika kajian ulang dan perubahan aturan dinilai jalan ke luar, tidak masalah selama bertujuan mendongkrak PAD,” pungkas dia.