Duh, Label Aman dan Halal Belum jadi Jaminan bagi Konsumen

FGD Rekonstruksi Hukum Labeling Pangan Aman dan Halal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Berkelanjutan
FGD Rekonstruksi Hukum Labeling Pangan Aman dan Halal Sebagai Upaya Perlindungan Konsumen Berkelanjutan

MALANGVOICE – Fakta banyaknya kasus keracunan makanan kemasan yang menimpa masyarakat, membuat beberapa peneliti dari Fakultas Hukum, Fakultas Agama Islam dan Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Focus Grup Discussion (FGD) bertajuk ‘Rekonstruksi Hukum Labeling Pangan Aman dan Halal sebagai upaya Perlindungan Konsumen Berkelanjutan” di salah satu ruang fakultas hukum.

FGD itu merupakan pemaparan hasil penelitian unggulan perguruan tinggi tahun 2016 dari Dikti. Empat peneliti masing-masing Fifik Wiryani, Abdul Haris, Herwastoeti dan Moch Najih, membedah dengan tuntas masalah keamanan pangan tersebut.

Salah satu peneliti, Fifik Wiryani, membeberkan fakta jika selama ini ada 61 kasus kejadian luar biasa (KLB) di Indonesia. Fakta itu juga diperparah dengan banyaknya kasus serupa akibat makanan yang dijual tidak aman padahal sudah lolos dari BPOM bahkan bersertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Kasus keracunan makanan ini ada sebanyak 8.263 orang terpapar dan yang sakit sebanyak 2.251 dan meninggal dunia 3 orang,” kata Fifik saat memaparkan hasil penelitiannya, beberapa menit lalu.

Sementara, posisi hukum sebagai instrumen pelindung konsumen masih sangat rendah, sehingga beberapa pelaku bisa saja lolos dari jerat hukum, bahkan dihukum sangat ringan.

Penelitian yang juga dilakukan dengan menghimpun beberapa putusan terkait sengketa konsumen itu diketahui jika sanksi hukum yang diberikan masih lemah

Bahkan, ada juga putusan pengadilan yang memidanakan pelaku usaha atau produsen makanan hanya selama 23 hari saja, dan hal itu juga dianggap tidak efektif.

“Jaksa juga cenderung menuntut hukuman tidak maksimal dibanding ancaman maksimalnya, dan itu juga dibarengi dengan hakim yang masih rendah dari tuntutan JPU,” imbuhnya.

Hasil penelitian ini memiliki beberapa rekomendasi, antara lain yakni agar ada sistem pemidanaan yang efektif agar pelaku usaha yang nakal bisa dijerat dengan hukum yang maksimal.

“Pelanggaran kejahatan di bidang pangan harus dimininalisir, itulah tujuannya karena melihat fakta selama ini,” tukasnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum, Dr. Sulardi, mengatakan, jika hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena dengan adanya rekonstruksi hukum bisa mencegah produk yang dinyatakan aman tapi ternyata tidak aman, produk yang distempel halal nyatanya tidak halal,” kata Sulardi.

Ia menambahkan, jika terjadi permasalahan atau kasus hukum yang menyangkut konsumen di masyarakat, maka aturan hukum harus memberikan kepastian bagi warga yakni berupa pemberian sanksi, perlindungan sanksi bahkan hingga ganti rugi kepada konsumen.

“Dengan aturan hukum yang tegas, konsumen bisa menjadi nyaman, terlidungi secara aturan hukum,” tandasnya.