Aturan Taksi Online Berlaku 1 April, Ini Tanggapan Go-Jek, Uber dan Grab

ilustrasi Go-Jek sedang berkumpul (anja)
ilustrasi Go-Jek sedang berkumpul (anja)

MALANGVOICE – Pemerintah baru saja merivisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Peraturan ini berlaku 1 April 2017.

Aturan hukum itu merupakan payung hukum beroperasinya taksi online selama ini. Para Penyedia Aplikasi Mobilitas On-Demand seperti Go-Jek, Uber dan Grab memberikan pernyataan tertulis terkait revisi tersebut.

Dalam pernyataan tertulis yang diterima MVoice, para penyedia aplikasi mobilitas mengapresiasi langkah Kementerian Perhubungan dalam merevisi aturan yang tercantum dalam Permenhub No. 32 Tahun 2016.

Mereka telah mempelajari isi dari rancangan revisi tersebut. Pada prinsipnya, mereka menyambut baik rencana revisi Permenhub 32 tahun 2016 dengan catatan sebagai berikut:

1. Mereka menyepakati rencana peraturan tanda uji berkala kendaraan bermotor (KIR) dengan pemberian pelat berembos.

Untuk mendukung hal tersebut, mereka berharap Pemerintah dapat memberikan dukungan berupa penyediaan fasilitas uji KIR yang dapat mengakomodir para mitra-pengemudi. Hal ini termasuk penyediaan antrean khusus bagi para mitra-pengemudi untuk memudahkan dan mempercepat proses pengurusan uji KIR dan fasilitas uji KIR bekerja sama dengan Agen Pemegang Merek (APM) atau pihak swasta.

Mereka juga berkomitmen untuk mendukung pemerintah dengan memberikan informasi secara aktif, efektif, dan transparan kepada mitra pengemudi, juga bekerja sama dengan mitra perusahaan/koperasi untuk membantu beban keuangan para mitra-pengemudi akan biaya uji KIR, sehingga hal ini tidak menjadi beban pemerintah.

Kolaborasi ini akan menjadi solusi yang jitu dan memudahkan para mitra-pengemudi pengguna aplikasi mobilitas untuk menghadirkan layanan mereka secara maksimal sekaligus menciptakan disiplin berkendara sesuai dengan cita-cita pemerintah.

2. Terkait dengan rencana penetapan kuota jumlah kendaraan, mereka berpendapat hal tersebut tidak sejalan dengan semangat ekonomi kerakyatan berbasis teknologi. Mereka percaya setiap orang di Indonesia memiliki hak untuk berpartisipasi dan meningkatkan kesejahteraannya melalui ekonomi digital yang memungkinkan mereka untuk mengakses kesempatan ekonomi yang fleksibel.

Selain itu, mereka percaya bahwa kuota jumlah kendaraan, baik pengguna aplikasi mobilitas maupun konvensional, tidak perlu dibatasi karena berpotensi menghadirkan iklim bisnis yang tidak kompetitif. Pada akhirnya, hal ini akan merugikan masyarakat terkait pilihan mobilitas yang andal dan kesempatan menjadi micro-enterpreneur dalam bidang transportasi.

Mereka percaya jumlah kendaraan baik yang memanfaatkan aplikasi mobilitas maupun konvensional akan ditentukan oleh permintaan dan kebutuhan konsumen.

3. Terkait dengan penetapan batas biaya perjalanan yang dipesan melalui aplikasi mobilitas, mereka memandang bahwa teknologi telah memungkinkan berbagai produk dan layanan untuk menghadirkan penghitungan harga yang akurat, sesuai dengan kondisi permintaan dan ketersediaan untuk memastikan harga yang dibayarkan konsumen untuk barang dan layanan tersebut sepadan nilai yang diberikan layanan tersebut kepada konsumen. Hal ini akan membuat masyarakat terkendala untuk mendapatkan layanan terjangkau.

Mereka menilai penentuan batas biaya angkutan sewa khusus yang direncanakan akan ditetapkan oleh Gubernur sesuai wilayah ketersediaan layanan tidak sesuai dengan semangat untuk menghadirkan kesepadanan harga tersebut.

4. Terkait kewajiban kendaraan terdaftar atas nama badan hukum/koperasi, mereka menolak sepenuhnya karena kewajiban ini berarti mitra-pengemudi wajib mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada badan hukum/koperasi pemegang izin penyelenggaraan angkutan. Tanpa melakukan balik nama, mitra-pengemudi kehilangan kesempatan untuk memberikan jasanya kepada para konsumen.

Selain itu, kewajiban ini pada kenyataanya tidak berhubungan sama sekali dengan masalah keselamatan. Kewajiban ini pun tidak diamanatkan oleh undang-undang dan ketidakpatuhannya tidak menyebabkan dijatuhkannya sanksi. Sebaliknya, kewajiban ini bertentangan dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang menjiwai badan hukum/koperasi yang menaungi para pengemudi dalam mencari nafkah. Pada akhirnya, kewajiban ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Guna memastikan proses transisi yang baik dan lancar, mereka meminta pemerintah untuk memberikan masa tenggang sembilan bulan bagi para penyedia jasa aplikasi mobilitas terhitung sejak revisi Permenhub No. 32 Tahun 2016 efektif diberlakukan.

Mereka memiliki komitmen penuh untuk menghadirkan inovasi teknologi untuk memberi manfaat bagi warga, mendukung sistem mobilitas, dan membangun usaha yang berkelanjutan di Indonesia .

Pernyataan itu ditandatangani President Go-Jek, Andre Soelistyo, Managing Director Grab, Ridzki Kramadibrata, Regional General Manager Uber, Mike Brown tanggal 17 Maret 2017.