Anak Dilempar Sepatu, Geng Minta SMAN 1 Klarifikasi

Geng Wahyudi, Walimurid SMAN 1 Kepanjen saat diterima Waka Humas, Lukman Huri, di ruang kepala sekolah.

MALANGVOICE – Tak terima putranya dilempar sepatu oleh salah satu guru SMAN 1 Kepanjen, Geng Wahyudi mendatangi sekolah itu, untuk klarifikasi.

Geng menjelaskan, putranya yang bernama Muhammad Prawira Mahardika, Senin kemarin dilempar sepatu oleh guru seni sebanyak dua kali, karena dianggap kurang keras saat diminta menyanyi di kelas.

“Lemparan pertama ditangkis tangan mengenai dada kiri, sedangkan lemparan kedua mengenai kaki,” kata Geng.

Ia menjelaskan, putra ke-6 nya itu melapor ke dirinya melalui telepon. Putri Geng bernama Maharani yang juga alumnus SMAN 1 Kepanjen, sempat melakukan klarifikasi langsung ke Ari yang guru seni.

“Saat Rani telepon, pak Ari sudah kooperatif dan berniat meminta maaf,” cerita Geng.

Namun tak lama berselang, istri Ari bernama Rini Astutik, yang juga guru di sekolah yang sama, menelpon balik dan mengeluarkan kata-kata kasar tentang Muhammad Prawira Mahardika dan sempat membawa nama orangtuanya.

“Nama saya juga disebut-sebut, dikatakan apa kontribusi sekolah dari saya, sampai-sampai semua takut. Korelasinya dimana? Padahal saya nggak pernah berurusan sama sekali dengan sekolah anak saya. Kalaupun ada komunikasi, itu dengan ibunya atau kakak perempuannya,” urai dia panjang lebar.

Geng juga mempertanyakan motif pelemparan sepatu oleh guru seni SMAN 1 Kepanjen kepada anaknya. Jika nakal kelewat batas, biasanya ada pemanggilan kepada orangtua. Namun sampai saat ini tidak ada satupun pemanggilan maupun surat teguran terkait anaknya yang membuat masalah di sekolah.

“Anak saya dikatakan bejat. Bejatnya dimana? Apakah dia membunuh? Berbuat asusila? Lalu selama ini tidak ada pemanggilan terkait kebejatan yang dimaksud,” imbuh Geng.

Ditemui Waka Humas SMAN 1 Malang, Lukman Huri, Geng menegaskan, dirinya ingin sekolah melakukan klarifikasi agar masalah itu tak berlanjut. Pasalnya nama SMAN 1 Kepanjen sudah tersohor, sehingga kesalahan itu bukan merupakan bagian dari sistem sekolah, melainkan ulah segelintir oknum guru.

“Jika memang benar-benar guru, maka bertindaklah sebagai guru, bukan hakim apalagi preman. Saya ingin ada kejelasan, jika tidak ada itikad baik, akan saya bawa ke ranah hukum,” tegasnya.